Oleh:
|| Zulkifli Halim ||
Kalangan aktivis Yogya era 1990-an mengenal Mas Faisal Basri sebagai nara sumber yg kritis dan mencerahkan dalam forum diskusi. Juga sebagai penceramah yg menginspirasi kegiatan Lembaga Da’wah Kampus UGM dalam kegiatan Ramadhan Kampus. Dia menjadi darah segar bagi kegiatan Ramadhan di UGM yg ketika itu sudah yang memasuki usia 20 tahun.
Pintu masuk bergaul akrab dengannya terjadi pada 23 Agustus 1998. Dia menjadi pendiri dan Sekjen suatu partai yg baru berdiri. Dia juga yg menjadi motor pembentukan partai di daerah. Saya termasuk anggota Pokjanya.
Maka saya menyaksikan pikiran demokratisnya kala itu, mengalir dalam konsepsi pembentukan partai di daerah. Setiap orang yg satu niyat dan cita cita dengan agenda Reformasi, semuanya bisa masuk jadi anggota dan berpeluang sama menjadi pengurus partai dengan menyatakan dirinya sebagai inisiator di daerahnya masing masing.
Gegap gempita Pemilu 1999 dilewati dan pada Kongres ke- I partai di Yogya, ia tidak lagi menjabat sebagai Sekjen, tapi masih ada dalam kepengurusan.
Kusebut ia dengan panggilan Ustad Faisal Basri, karena ada kesan yg mendalam ketika bergaul dalam satu partai, karena dia ternyata penyebar Risalah dan pembawa Kebenaran Illahiyah.
Sering sekali, kita berbincang dipojok resto hotel tempat rapat partai berlangsung maupun disudut ruang Kantor Sekretariat partai. Dalam perbincangan itu, selalu muncul kepribadiannya yang memancarkan etika dan moral agamis yg memang menjadi dasar partai. Pembicaraannya sering sekali mengingatkan agar orang partai harus jujur, menggunakan cara yg terhormat dan pantas dalam langkah politiknya.
Itu tidak hanya diucapkan secara tersirat, tetapi juga terungkap secara secara jelas, terang benderang, cetto welo welo.
Suatu hari dia kutip satu Ayat Al-Qur’an dan dia bacakan secara fasih, yaitu Surah ke 17, Surah Al-Isra ayat 80:
… masukkan aku ke tempat masuk yg benar dan keluarkan pula ke tempat keluar yg benar dan berikan kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yg dapat menolongku.
Maka dari situ muncul pemahaman, janganlah kita menjadi pengurus melalui cara cara yg jelek. Selesai jadi pengurus pun janganlah meninggalkan kasus tindak pidana korupsi dan kasus yg jelek dan memalukan. Demikian seterusnya, kalau menjadi Caleg sampai terpilih jadi anggota DPR/D, menduduki jabatan eksekutif di Kabinet maupun Pemda, wajib masuk secara baik dan selesai juga dengan baik, tidak meninggalkan kasus tercela memalukan, korupsi; tapi membuahkan amal kebajikan bagi rakyat.
Dengan demikian tidak memberikan beban kepada partai yang pada suatu saat partai tidak menjadi tersandera.
Ketika terlibat dan pro aktif menjadi saksi pembicaraan seperti itu dengan Ustad Faisal Basri bersama kawan kawan, aku kok malah jadi terpukau dan terdiam merekam semuanya, lalu masuk tertanam dan menghujam dalam pikiran dan perasaanku. Sejak itulah, aku memandang mas Faisal bukan sekadar ekonom jempolan, tetapi lebih dari itu, Ustad Faisal Basri adalah penyebar Kebenaran yang dibawa Rasul Muhammad saw.
Faisal Basri yg sebelumnya aku kenal sebagai ekonom yg bermandikan data valid lagi akurat dalam analisisnya yg memukau dan menginspirasi, tiba tiba kok berubah dalam perasaan dan pikiranku, tidak sekadar itu, justeru yg paling fundamental menjelaskan pandangan sebagai penyebar Risalah Kebenaran.
Faisal Basri adalah ekonom politik yg bermoral kuat yang bersandar dan berbasis hudan linnaas, hudan lilmuttaqin; bertumpu pada Petunjuk dari Tuhannya.
Sebenarnya ayat Al-Qur’an, Al-Isra’ ayat 80 itu sama sekali tidak asing bagiku, sudah sangat akrab sebenarnya. Sejak menjadi aktivis organisasi pelajar Islam sampai ke organisasi Mahasiswa Islam, ayat itu sering aku dengar. Bahkan sudah sering diterangkan dan diulas oleh para senior, mentor dan Ustad. Bahkan ada dosen ilmu politik di kampus aku kuliah dahulu, sering menjelaskan ayat itu.
Tapi itu memang sebelum aku terjun ke dunia politik, sebelum terlibat langsung dalam persaingan keras perebutan kekuasaan secara legal, the struggle for power. Sebelum merasakan betul konteks dan urgensinya prinsip pokok dalam berpolitik.
Ketika memasuki partai dan mulai merasakan, kita berjalan di tengah padang ranjau, salah kaki berjalan dan mengincak ranjau, akan ada ledakan yg meluluhlantakkan semuanya.
Petunjuk Allah SWT tentang perilaku politik yang wajib diikuti dan dijalankan kaum Muslimin & Muslimat itu diucapkan oleh seorang Faisal Basri, seorang dosen ekonomi. Padahal aku belasan tahun tahun belajar ilmu politik di dua jenjang. Sudah melewati simulasi politik organisasi intra dan ekstra kampus serta ikut praktikum mendukung partai pada era Orde Baru.
Kenapa ya, aku belum juga ngeh sebelumnya. Kenapa baru ngeh ketika itu dibicarakan berkali kali dalam percakapan informil ditengah canda tawa yg lepas tanpa beban sambil minum es doger di pinggir jalan. Baru aku sadar terinspirasi, inilah ayat politik yg aku cari bertahun tahun sebelumnya.
Alhamdulillah, Allah SWT memilih Ustad Faisal Basri menjadi juru penyampai Risalah perilaku politik yg wajib jadi pegangan kita dalam pengarungi dunia politik yg kadang mengerikan dan dzolim, namun juga menjanjikan kebaikan bagi kemanusiaan seutuhnya.
Bahkan Ustad Faisal tidak hanya menginspirasi, tapi juga memberi contoh untuk agenda politiknya tidak perlu merepotkan partai, meski masih punya daya tarik dukungan. Itu ketika ikut Pilgub DKI Jakarta melalui jalur pencalonan independen.
Semua jejak jabatan di ranah pemerintahan dipikul dipundaknya karena kapasitasnya sebagai ekonom, tidak ada dukungan partai.
Pertemuan di tempat yg memang biasa kami berbincang dan bercanda, yaitu di rumah Bang Sabri Saiman di kawasan Tanjung Priok, dekat kantor Wali Kota Jakut, saat kampanye Pilpres 2024. Waktu itu aku tetap memandang dia sebagai Ustad Faisal Basri yg menginspirasi dan mengilhami Surah Al-Isro’ 80, utk tetap menjadi pegangan dunia politik dimana dan kapan pun.
Waktu itu kita masih asyik berbincang Program para Capres. Kita mencari dan mengevaluasi seberapa bagus dan kuat programnya tentang kemaritiman dari negara kita yg kepulauan ini. Bahkan kita masih sempat mempertemukan hasrat bersama agar issue kemaritiman ini bisa disuarakan generasi penerus.
Ternyata itulah pertemuan kita yg terakhir. Tadi Subuh kabar kepergianmu sudah menyebar ke penjuru tanah air, bersama dengan menebarnya rasa duka yg mendalam. Aku bersyukur kepada-NYA karena kita pernah bertemu dan bersama dalam satu kendaraan politik. Dan ketika itu, aku terinspirasi darimu.
Kami ikut merasakan dalam bayangan, ketika menjelang tarikan nafas terakhir, Ustad Faisal Basri dengan tenang mengucapkan Kalimat Syahadat. Dan itulah tandanya Ustad Faisal Basri meninggalkan kita dalam keadaan husnul khotimah. ||