ERA TRANSISI PASCA JOKOWI: (4) PSN dan Perampasan Hak atas Tanah Membangun Paradox Kaya-Miskin.

0
199

Oleh: Sri-Bintang Pamungkas

Saya sudah menulis ini lebih dari 30 tahun yang lalu, semasa Dawam Rahardjo dan Adi Sasono masih aktif di LSM. Mereka sudah pula tiada.

Kami sungguh prihatin dengan nasib dan masadepan orang-orang Betawi yang pada awalnya menempati wilayah sepanjang jalan Sudirman, Jakarta. Wilayah itu sudah menjadi bagian kota yang elit penuh dengan gedung2 bertingkat, dan kantor2 korporasi yang megah.

Tetapi ke mana orang-orang Betawi itu menyingkir dan bagaimana nasibnya. Mereka pasti menyingkir ke pinggiran ke tempat yang lebih kumuh, di pedesaan, jauh dari keramaian kota (far from fhe madding crowd). Mungkin sedikit tersisa sesudah uang ganti ruginya dipakai Naik Haji.

Beginitah pembangunan harus dilaksanakan?! Para pengembang dan pemilik gedung menikmati keuntungan luar biasa, sementara mantan pemilik hak atas tanah menjadi tersingkir, nasibnya tidak menentu, bahkan menjadi miskin dan mati dalam kemiskinan.

Kami berpikir, ganti rugi untuk orang-orang tergusur itu terlalu murah. Seharusnya dihitung dari benefit forgone. Sekalipun hanya kapling100 m2 dengan rumah gubug di atasnya, tapi mereka bisa mencukupi kebutuhan hidupnya di jalan Sudirman dengan bekerja seadanya di Setiabudi dan lain2…

Ambillah 3 juta Rupiah sebulan atau 36 juta setahun. Lalu dihitung nilainya untuk 30 tahun ke depan dengan bunga 6% setahun (sesuai dengan KUH Perdata). Hasilnya 36×13.76=495 juta Rupiah. Itu pun minimal, karena kebutuhan meningkat terus. Bisakah mereka mendapatkan Ganti Rugi sebesar itu?

Kelihatannya sangat besar dibanding model PSN A Gwan di Teluk Naga yg hanya 50 ribu x 100m = 5 juta Rupiah. Tapi yang 495 juta itu pun akan cepat hilang sebelum 30 tahun, kalau tidak pandai menyimpan dan memanfaatkannya. Mereka pun akhirnya akan jatuh miskin dan melahirkan anak-anak miskin.

Kami masih memikirkan model yang lain… Yaitu menyerahkan tanahnya kepada pengembang , tapi mengubahnya menjadi saham senilai 500 juta. Kalau satu gedung membutuhkan 1000 m2, maka ada 10 keluarga dg saham 5 milyar Rupiah. Tigapuluh tahun yang lalu, bisa saja itu bernilai 20% dari total aset… sehingga berhak mendapat deviden 20% dari keuntungan bersih. Dengan deviden itu mereka bisa bikin rumah sehat, mendapat pekerjaan dan bisa menyekolahkan anak2nya.

Belum tentu itu model yang terbaik untuk membikin rakyat miskin Betawi menjadi sejahtera hidupnya. Tapi dalam model ini tidak terjadi perampasan hak rakyat atas tanah oleh pendatang Asing seperti terjadi di jaman Wild West di Amerika. Yang jelas, tidak terjadi paradox, di mana si Kaya Asing bertambah kaya, dan si Miskin Pribumi menjadi lebih miskin dan terusir.

Jakarta 25 Nov 2024

@SBP

Hizbullah Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here