ERA TRANSISI JOKOWI (20): Membangun Manusia Indonesia Seutuhnya Demi Menghasilkan Nasionalisme Atau Drakula Wiwik-Wowok di Antara Oligarki Cina.

0
77

Olrh: Sri-Bintang Pamungkas

Jakarta, 6 Februari 2025. Membangun manusia Indonesia seutuhnya itu adalah Cita-cita Pak Harto… Saya merasa menjadi salahsatu dari jutaan manusia Indonesia yang dicita-citakan Pak Harto, sekalipun Presiden ke dua itu memusuhiku, menghukumku dan memenjarakanku dengan berbagai rekayasa… yang aku terpaksa harus melawannya.

Banyak Aktivis, juga Cerdik-Pandai yang berdalih: Kan Pak Harto lebih baik daripada Jokowi… kan Pak Harto memegang teguh Pancasila dan UUD 1945… Dan lain-lain, dan lain-lain… Tentu mereka miskin pemikiran… dan tidak tahu Sejarah Perjuangan Bangsa. Mereka juga tidak membaca Konstitusi 1945 dengan seksama. Aku melawan, karena Soeharto menyimpang dari cita-cita membangun manusia… dan ingin terus-terusan menjadi Calon Tunggal

… justru melanggar UUD45.

Umur tiga, kami bertujuh bersama Ibu mengungsi ke Solo menghindari kejaran PKI. Ayah terbunuh dan adikku satu. Kami ditolong Kapten Soemadi yang memimpin beberapa Tentara Pelajar. Ada rumah besar kosong, dan kami ditempatkan di situ. Kami makan ubi… kadangkala nasi krawu… kadangkala grontol jagung. Kami mencuri daun ubi kayu tetangga untuk dibikin urap, sewaktu-waktu ramban daun ubi jalar untuk dibikin brambang-asem.

Sewaktu Taman Kanak-kanak ada pembagian minum susu. Di Sekolah Rakyat kami mengenal “4 Sehat 5 Sempurna”… tapi hanya sekedar tahu… Di usia 9 kami mendapat Perumahan Rakyat dengan cicilan 20 tahun dari pensiun Ayah. Tapi luar biasa: Ukurannya 100/60.

Tugasku menyalakan kompor bersumbu pakai minyak tanah, menjerang air, menanak nasi pakai kètèl dan dandang. Aku mengambil jatah beras dari Koperasi Wanita teman-teman Ibu… juga menukar girik dari Pak RT dengan minyak goreng dan lain-lain… Sampai SMA, pagi-pagi aku masih ke pasar beli Sego Pecel… Juga ke Pegadaian menukar apa saja menjadi uang. Tapi tak ada yang membikin hatiku bahagia selain hadiah Atlas Indonesia dan Dunia dari Ibuku: Indonesiaku Luar Biasa!

Tapi bertujuh kami semua lulus SMA… lalu masing-masing meninggalkan Solo: Satu ke UGM; dua ke UI; satu ke Airlangga; satu lagi ke UI; lalu dua ke ITB… Kemudian dua ke AS menyelesaikan S3. Aku kira itulah manusia seutuhnya: ada Ilmu Dunia, ada Budi Pekerti, ada Ilmu Agama, ada Cinta Tanah Air dan setia kepada Konstitusi.

Sekalipun hanya nasi krawu, grontol, urap, brambang asem dan sego pecel, itulah “4 Sehat 5 Sempurna” yang kami pahami, di samping Perumahan Rakyat. Ada jutaan yang hidup seperti kami… tapi ratusan juta lainnya tidak sebaik Rahmat Allah yang kami terima. Pengalaman Hidup seperti kami itulah, minimal, yang dituntut oleh seluruh Keluarga Rakyat Indonesia… Tidak néko-néko seperti Wowok si Drakula dengan 100-an Mumi Hidupnya… dengan Makanan Bergizi Gratisnya… Sebab, itu tidak akan membuat perekonomian menjadi lebih baik… bertumbuh 8% tidaklah mungkin!

Setiap orang tua harus punya rumah. Karena dengan itu, dia bisa bekerja dan anak-anaknya bisa bersekolah. Khusus Pribumi yang Pemilik Republik ini, rumahnya harus bisa diangsur; dan tanahnya yang 10×10 harus gratis. Sedang untuk bisa mengangsur, tentu harus ada pekerjaan dengan upah atau gajinya harus bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Termasuk makan-minum cukup untuk isteri dan 2 atau 3 anak-anaknya; tidak perlu lagi Makan Ubi, Nasi Krawu dan Grontol Jagung. Begitulah kalau mau membangun Kesejahteraan Rakyat.

Begitulah pula di negara-negara maju, unsur manusia dinomorsatukan. Mereka digaji tinggi karena dengan itu, si Manusia mampu menciptakan segala mesin, termasuk mesin-mesin pengolah sumberdaya alam. Dengan Ilmu dan Teknologi yang dimilikinya itu, mesin-mesin produksi bisa berjalan lebih mudah dan lebih banyak menghasilkan… Begitulah seharusnya pendapatan nasional bisa dilipatgandakan dengan investasi, dan investasi pada Sumberdaya Manusia, demi meningkatkan Kesejahteraan Rakyat.

Maka adalah keliru besar mau membangun Manusia Seutuhnya tapi memberi gaji kecil kepada para Buruh yang merupakan Tulang Punggung Perekomomian… Begitu menyimpangnya Pak Harto dari prinsip perekonomian yang sangat mendasar sehingga tega aparatnya membunuh Marsinah, Tokoh Pembela Buruh Wanita dari Sidoarjo. Pak Harto juga yang memulai membungkam suara manusia…

Sedang dengan liberalisme dan kapitalismenya, Cina-cina Oligarki Indonesia itu memupuk kekayaannya. Uang-uang yang dicurinya dari tangan Pribumi-pribumi Indonesia itu, dari Bank-bank kita, dari berbagai Sumberdaya Alam kita, haruslah kita ambil kembali. Terserah kepada mereka, apa masih mau terus bikin ribuan Pulo-pulo Reklamasi untuk mencaplok Indonesia. Atau, berinvestasi dengan cara-cara yang baik dan benar di sektor-sektor yang bermanfaat demi kepentingan Rakyat Bangsa dan Negara. Kalau nekat, silahkan pergi dan keluar dari Indonesia.

Seorang Presiden Republik Indonesia harus bisa tegas seperti itu: _Take It or Leave It!_, kata Bung Karno kepada Asing soal sumur-sumur minyak kita. Berkali-kali pula Rakyat Indonesia sudah dikhianati para pemimpinnya… Banten sudah meradang! Juga mereka yang ada di Sabang sampai Merauke. Sekarang Rakyat mau tegas kepada Wowok…: Terus Memainkan Sejoli Drakula Wiwik-Wowok bersama Barisan Mumi Hidup dan para Cina Keparat… Atau Bersama Rakyat Menghukum Wiwik dan Mengusir Para Cina Oligarki…

Apa pun pilihanmu, Wok, kita mainkan sekaligus Jurus Revolusi…: Kembali ke Pancasila dan UUD 1945.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here