Jakarta, Kabar dan Berita seorang kuasa hukum yang meminta izin aborsi legal atas kliennya seorang perempuan yang hamil akibat di perkosa ditolak pihak berwenang. Peristiwa tersebut terjadi Jombang Jawa Timur. Jika hanya mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tindakan melakukan aborsi memang dilarang, namun jika dilihat dari perspektif Hak Azasi Manusia tindakan aborsi dengan alasan yang demikian perlu dipikirkan ulang.
Izin melakukan aborsi ini sebenarnya telah dideklarisikan oleh 47 parlemen Eropa pada tahun 2008, yang mana deklarasi tersebut mengizinkan tenaga medis melakukan aborsi dengan syarat-syarat yang sudah ditentukan. Dalam upaya mengikuti perkembangan dunia internasional tersebut, Indonesia juga memperbolehkan aborsi, hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Kesehatan pasal 75 (2). Dalam pasal tersebut berbunyi:
- ”indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau.
- kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Dari ketentuan pasal 75 ayat 2 Undang-Undang Kesehatan tersebut, tidak ada alasan Pihak Berwenang menolak aborsi terhadap korban pemerkosaan.
Sebelumnya dalam media sosial beredar tulisan dan voicemail kejadian pemerkosaan Jombang yang ditolak permohonannya untuk melakukan aborsi. Sehingga keluarga korban yang diperkosa tersebut memilih tindakan melahirkan anak tersebut.