PENTINGNYA UNDANG-UNDANG CONTEMPT OF COURT DI INDONESIA

0
163

OLEH: RESTIANRICK BACHSJIRUN

MARAKNYA contempt of court terjadi di dunia peradilan Indonesia bukanlah halyang baru. Pelakunya tidak hanya orang awam saja, orang yang berpendidikantinggi, bahkan seorang advokat pun sering melakukan perbuatan dan ujaranperkataan bermuatan contempt of court. Awalnya contempt of court ini jadiperbincangan dan diskusi dikalangan pratiksi hukum dan pakar hukum di Indonesia,adalah saat kasus advokat Adnan Buyung Nasution (Almarhum) di era Orde Baru dinyatakan melakukan penistaan dan pelecehan terhadap pengadilan dengan aksiprotesnya saat membela kliennya H.R. Dharsono dalam perkara atas dakwaantindak pidana subversif. Akibat aksi protesnya itu, Bang Buyung Nasution akhirnya mendapatkan teguran keras dari Dewan Kehormatan IKADIN yang memandang perbuatannya tersebut adalah termasuk pelanggaran terhadap kode etik. Kemudian melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI, Bang Buyung Nasution secara resmi diberhentikan sebagai advokat selama satu tahun.

Peristiwa contempt of court yang juga dilakukan seorang advokat adalah kasus pengacara Tommy Winata, Desrizal Chaniago yang melakukan pemukulan terhadap hakim saat membacakan putusan terkait dengan perkara sidang perdata nomor 228/pdt.G/2018/PN Jakpus. Akibatnya, Desrizal dikenakan pasal penganiayaan dan pasal melawan pejabat hukum negara.

Tak hanya dalam proses persidangan saja, beberapa kasus contempt of court diluar persidangan juga terjadi di Indonesia, seperti pembakaran kantor Pengadilan Negeri Larantuka yang dilakukan oleh demonstran akibat tidak terima atas putusan penjatuhan vonis dua bulan terhadap Romo Frans Amanue Pr. Lalu, kasuspembakaran kantor Pengadilan Negeri Maumere sebagai aksi protes terhadap pelaksanaan eksekusi mati Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marianus Riwu.Itulah beberapa contoh kasus contempt of court baik dilakukan secara langsung didepan persidangan ataupun di luar persidangan yang pernah terjadi di Indonesia.

Krisis kepercayaan publik (public trust) terhadap dunia peradilan merupakan akardari permasalahan timbulnya tindakan pelecehan terhadap peradilan (Contempt of Court). Kurangnya kepercayaan publik ini sangat berpengaruh terhadap integritas dan kewibawaan peradilan sebagai benteng terakhir untuk mendapatkan keadilan.Kejadian Contempt of Court cukup banyak terjadi di Indonesia, bahkan menujutahap yang mengkhawatirkan.

Hasil riset Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) menunjukkan sejak 2005 hingga sekarang, penghinaan terhadap pengadilan atau Contempt of Court bukan lagi terjadi di luar ruang sidang. Kekerasan justru banyak terjadi di ruang-ruang sidang pengadilan. KRHN mencatat sejak September 2005 hingga 8 Februari 2011terjadi tidak kurang dari 30 kali aksi penghinaan terhadap pengadilan. Sebagiandiantaranya berupa tindakan kekerasan di ruang sidang. Riset KRHN itu dimulai dari kasus terbunuhnya M. Taufiq, hakim Pengadilan Agama Sidoarjo. Taufiq tewas setelah ditikam Kolonel (AL) M. Irfan saat sang hakim mengadili perkara rebutanharta gono gini antara Irfan dengan mantan isterinya. Pada 29 Oktober 2010 lalu,sejumlah pengunjung sidang memukuli hakim PN Ende Nusa Tenggara Timur, Ronald Masang, karena menuduh sang hakim melindungi tersangka. Keluarga korban meminta terdakwa dilepas agar dihakimi sendiri (Lihat: Hukum Online).

Kini ditengah-tengah komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk membasmi korupsi dalam pemeritahannya, khususnya dalam peradilan hukum Indonesia. Lagi-lagi kita dikejutkan oleh kegaduhan yang terjadi di ruangan sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis (6/2/2025) yang lalu. Pelakunya beberapa orangadvokat yang sedang berperkara adalah, advokat Razman Arif Nasution duduk sebagai terdakwa kasus UU ITE. Kegaduhan itu terjadi saat sidang dengan agenda pemeriksaan saksi yang menghadirkan advokat Hotman Paris Hutapea sebagai saksi pelapor. Razman Arif Nasution, protes lantaran tak terima dengan keputusan Ketua Majelis Hakim yang meminta sidang tersebut digelar tertutup. Selanjutnya, Razman mendatangi Hotman Paris yang duduk di kursi saksi sambil tangannya memegang bahu Hotman dan langsung ditepis oleh Hotman. Kegaduhan pun pecah. Razman yang tampak marah-marah saat itu langsung dihalangi oleh beberapa oranguntuk menjauh dari Hotman. Namun di tengah keributan itu, salah satu tim kuasahukum Razman, Firdaus Oiwobo, terlihat naik ke meja pengadilan.

“MA selaku pelaksana kekuasaan kehakiman tertinggi yang dijamin konstitusi mengecam keras kegaduhan dan kericuhan yang terjadi di ruang persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Utara karena tindakan tersebut merupakan perbuatan tidak pantas, tidak tertib yang dapat dikategorikan merendahkan dan melecehkan marwah pengadilan (contempt of court),” kata Jubir MA Yanto dalam konferensi pers di Gedung MA, Senin (10/2/2025). Yanto pun meminta agar PN Jakarta Utara mengusut kasus tersebut ke ranah hukum dan etik. Dia meminta PN Jakarta Utara melaporkan para pihak yang ricuh ke polisi, juga ke organisasi advokat tempat yang bersangkutan bernaung (Lihat: KumparanNews).

Pertanyaannya kemudian adalah apakah kegaduhan dan kericuhan yang terjadi diruang persidangan pengadilan Jakarta Utara tersebut termasuk perbuatan contempt of court?Pengertian Contempt of court dalam Black’s Law Dictionary yaitu, setiap perbuatan yang dapat dianggap mempermalukan, menghalangi atau merintangi tugas peradilan dari badan-badan pengadilan ataupun segala tindakan yang dapat mengurangi kewibawaannya atau martabatnya. Adapun perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja menentang kewibawaannya atau menggagalkan tugas peradilan yang dilakukan oleh seseorang dengan menjadi pihak dalam perkara yang diadili yang dengan sengaja tidak mematuhi perintah pengadilan yang sah. Dapat pula dikatakan sebagai perbuatan yang pada hakikatnya mencampuri atau mengganggu proses peradilan atau melarang anggota masyarakat untuk memanfaatkan sistem peradilan dalam menyelesaikan perselisihan mereka. Istilah contempt of court dapat pula kita temukan dalam penjelasan umum butir 4 alinea ke-4 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, yaitu:

“Selanjutnya untuk dapat lebih menjamin terciptanya suasana yang sebaik-baiknya bagi penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan yang mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap dan/atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan yang dikenal sebagai Contempt of Court. Bersamaan dengan introduksi terminologi itu sekaligus juga diberikan definisinya.”

Dalam penjelasan Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 diatas jelas bahwa tujuan pembentukan Undang-Undang Contempt of Court ini bukanlah untuk melindungi Hakim/kewibawaan Hakim melainkan adalah untuk menjamin terciptanya suasana yang sebaik-baiknya bagi penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila. Artinya, jika sudah tercipta penegakan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dengan demikian kewibawaan dan martabat hakim pun pasti terlindungi.

Contempt of court di Indonesia sebenarnya dapat kita temukan dalam KUHP, ada15 pasal yang dapat dikualifikasikan sebagai contempt of court. Misalnya, Pasal 224 (tidak memenuhi panggilan pengadilan sebagai saksi), Pasal 217 (menimbulkan kegaduhan di ruang sidang) dan Pasal 207 (menghina badan umum).

Berdasarkan rekomendasi penjelasan undang-undang tersebut di atas, terbitlah Surat Keputusan Bersama (SKB) No. M.03-PR 08.05 Tahun 1987 tetapi hanyamengatur tata cara pengawasan, penindakan, dan pembelaan diri penasehat hukum. Dalam KUHPidana ada beberapa ketentuan yang mengatur contempt ofcourt dengan menggunakan istilah Rechpleging yaitu, kejahatan terhadap pengadilan dan instansi pemerintah, antara lain:

  1. Pasal 209 KUHP: memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud untuk menggerakkan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
  2. Pasal 210 KUHP: memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang hakim, penasehat hukum atau adviseur.
  3. Pasal 214 KUHP: memaksa seseorang pejabat untuk melakukan perbuatan jabatan atau untuk melakukan perbuatan jabatan yang sah.
  4. Pasal 212 KUHP: melawan pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah.
  5. Pasal 217 KUHP: menimbulkan kegaduhan dalam ruang sidang
  6. Pasal 216 KUHP: tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukanmenurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu.
  7. Pasal 220 KUHP: pengaduan palsu.
  8. Pasal 221 KUHP: Menyembunyikan orang yang melakukan orang yang melakukantindak pidana.
  9. Pasal 222 KUHP: mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkanpemeriksaan mayat untuk kepentingan pengadilan.
  10. Pasal 223 KUHP: melepaskan atau memberi pertolongan ketika meloloskan dirikepada orang yang ditahan atas perintah penguasa umum, atas keputusan atauketetapan hakim.
  11. Pasal 224 KUHP: sebagai saksi ahli atau juru bahasa menurut undang-undangdengan sengaja tidak memenuhi kewajiban.
  12. Pasal 223 KUHP: merusak atau menghilangkan barang bukti.
  13. Pasal 242 KUHP: keterangan palsu.
  14. Pasal 420 KUHP: seorang hakim yang menerima hadiah atau janji.
  15. Pasal 422 KUHP: seseorang pejabat yang dalam sesuatu perkara pidana, menggunakan sarana paksaan baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapatkan keterangan.
  16. Pasal 522 KUHP: Saksi, ahli atau juru bahasa tidak datang secara melawan hukum.

Sedangkan dalam KUHAP lebih berorientasi pada pengaturan tata tertib yang harusdi patuhi dalam persidangan yakni Pasal 217 KUHAP dan Pasal 218 KUHAP yang meletakkan penegakan ketertiban pada ketua majelis. Ketua majelis adalah manajer atau pimpinan persidangan yang bertugas mengatur dan menegak kanwibawa persidangan. Delik-delik yang tersebut pada beberapa pasal dalam KUHP diatas dapat dikategorikan sebagai delik atau tindak pidana terhadap penyelenggaraan peradilan atau contempt of court. Secara teori, contempt ofcourt dapat berupa:

  1. Contempt of court, tindakan yang merongrong kewibawaan pengadilan maupun hakim.
  2. Terjadi dalam lingkup sidang peradilan.
  3. Bentuk contempt of court dapat berupa : mengganggu, menghina hakim, tidak patuh terhadap hakim yang intinya menghalang-halangi persidangan, baik berupa perkataan (verbal) dan serangan fisik (non verbal).
  4. Tidak ada aturan yang khusus tentang contempt of court, pasal pasal yang adatersebar dalam KUHP sebagai delik terhadap penyelenggaraan peradilan.
  5. Pelanggaran contempt of court sangat bersifat subyektif, artinya tergantung pada persepsi masing-masing hakim.
  6. Pelaku contempt of court bisa Advokat, terdakwa maupun hakim dan pengunjung sidang (semua yang hadir dalam persidangan).
  7. Proses pidana terhadap pelaku contempt of court sama dengan proses pidana lainnya.

Mengingat semakin seringnya contempt of court terjadi dalam peradilan Indonesia dan belum adanya aturan tersendiri mengenai masalah ini, maka sudah saatnya diperlukan suatu Undang-Undang sebagai produk hukum yang mengatur masalah contempt of court ini dengan jelas. Contempt of Court janganlah disikapi sesuatu fenomena biasa dalam peradilan, namun hal ini merupakan masalah mendesak yang harus segera ditangani dengan ketentuan yang lebih tegas dalam bentuk Undang-Undang tersendiri. Mengapa?Peristiwa kegaduhan dalam ruang persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tersebut di atas, ironisnya justru dilakukan oleh advokat sebagai salah satu penegak hukum yang keberadaannya diakui dengan Undang-Undang tersendiri di Republik ini.

Sungguh dunia peradilan Indonesia sedang dalam masalah besar. Advokat secara umum adalah pekerjaan yang membela seseorang klien untuk membantu mendapatkan hak-haknya selama proses pengadilan. Kata advokat berarasal dari bahasa latin, advocare yang berarti to defend, to call to one’s aid,to vouch or to warrant. Sedangkan dalam bahasa Inggris Advocate, berarti to speakin favor of or defend by argument, to support, indicate or recommed publicly. Profesi advokat adalah salah satu profesi tertua. Konon sejak zaman Romawi, profesi ini sering kali dikatakan sebagai officium nobile (jabatan yang mulia) karena aspek “kepercayaan” dari pemberi kuasa yang dijalankan untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak nya di forum peradilan.

Sebagai profesi yang mulia, seorang advokat dituntut memiliki kompetensi yang memadai, integritas, profesional, dan idealisme demi tegaknya hukum, keadilan,dan etika. Peran advokat sebagai bagian integral dari sistem hukum dan peradilan yang berfungsi sebagai penegak hukum dan keadilan. Dengan demikian, jika ada orang yang mengaku dirinya berprofesi sebagai advokat, namun berperilaku tidak mencerminkan kompetensi sebagai seorang advokat, integritas, profesional dan idealisme, maka secara substansif, orang itu bukanlah advokat (officium nobile).

Saat ini kita sering menyaksikan ada beberapa advokat tidak menghormati hukum dan pengadilan itu sendiri seperti contempt of court dan lain sebagainya. Sulit saat ini kita membedakan “officium nobile” dalam kenyataan dan apa yang seharusnya menjadi kenyataan. Etika profesi sudah tidak mendapatkan pengawasan diterapkan sehari-hari oleh organisasi advokat yang memang bertanggung jawab atas penegakan etika profesi advokat tersebut.Insiden yang terjadi antara Hotman Paris Hutapea dengan Razman Arif Nasution dipersidangan adalah fakta dan bukti yang menunjukkan bahwa tanpa pengaturan(Undang-Undang) yang jelas, ruang sidang bisa berubah menjadi ajang konfrontasi yang justru merusak sistem hukum dan peradilan di Indonesia. Oleh karena itu,dari sekian banyak kasus terkait contempt of court baik berupa tindakan maupun perbuatan yang sesungguhnya mengganggu keselamatan, ketenangan psikis maupun fisik, serta apa pun yang pada prinsipnya merupakan bentuk penghinaan terhadap peradilan. Pelaku contempt of court, siapapun dia harus dimintai pertanggungjawaban menurut hukum yang berlaku baik pidana ataupun etik.Mengingat semakin meluasnya berbagai tindakan yang dapat dikategorikan sebagai contempt of court maka Undang-Undang Contempt of Court adalah sangat baik dan perlu ada dalam tatanan hukum Indonesia. Namun, persoalannya adalah kapan dan dalam kondisi yang bagaimana Undang-Undang Contempt of Court dapat diberlakukan di Indonesia, dan apakah merupakan Undang-Undang tersendiri atau dimasukkan dalam KUHP?

 

*)Penulis Direktur Pusat Studi Politik dan Ekonomi Nusantara (PuSPEN), Anggota Dewan Pendiri Networking South-East Asian Studies (NSEAS), dan Alumni FISIP Universitas Jayabaya, Jakarta

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here