Oleh: Sri-Bintang Pamungkas
Duapuluh tahun lebih lalu ada Texmaco yang bisa bikin Bus, Truk dan Sedan. Tapi kelompok Abangan dari PDIP yang bencinya tidak ketulungan terhadap Soeharto memfitnah Texmaco menerima Puluhan Trilyun dari Soeharto dan digunakan tidak semestinya dan fitnah-fitnah lain, terkait BLBI. Tak pelak dengan bantuan para Naga Cina dan Konglomerat Otomotif, Texmaco dibikin bangkrut. Laksamana Sukardi, orang LIPPO bilang Texmaco hanya laku satu Sen Dollar. Padahal itu Pabrik Otomotif Indonesia tanpa duanya!
Wahai para Insinyur Indonesia, cukuplah belajar dari para Teknisi Texmaco dengan melakukan investasi di Mesin-mesin Perkakas, maka niscaya pribumi Indonesia niscaya bisa bikin mobil sendiri: Car of Indonesia (Carnesia) seperti yang dibuat Texmaco. Ratusan Trilyun tiap tahun bisa kita selamatkan dari perampokan para raksasa mobil Asing dan Aseng. Dibohongi oleh para raksasa itu, selama lebih dari 50 tahun itu, Indonesia tetap tidak dibikin mampu membuat mobil sendiri. Wahai para Insinyur Indonesia, Teknik Mesin, Teknik Listrik, Teknik Industri dan lain-lain. ke mana saja kau bersembunyi?!
Begitulah seharusnya Bappenas bersama seluruh kekuatan human dan natural resources Indonesia merancang Pembangunan di Indonesia. Tidak cuma mobil, tapi semua produk, peralatan apa saja, dari mur dan baut, peralatan rumah tangga, sampai pistol, bedil, traktor, kapal laut, tank, pesawat jet tempur, roket dan… pabrik-pabrik dan… mineral smelters. Semua dimulai dari Mesin-mesin Perkakas. Sumberdaya Alam dan Manusia Indonesia yang potensial serta Tanahnya yang luas dan kayaraya selama ini cuma tergolek dan teronggok dijual dengan harga murah.
Pesawat tempur Boramae KF-21 dengan mudahnya diserahkan kepada Korea Selatan hanya karena PTDI “belum membayar penyertaannya”. Mestinya RI tidak perlu memborong 42 jet tempur Rafale dari Perancis. Bayar saja utangnya kepada Korsel supaya hak cipta dan pakai Boramae KF-2-nya tidak hilang. Kapal-kapal selam dan laut juga kita bisa bikin bekerjasama dengan negara lain, memanfaatkan kemampuan PT. PAL. Kereta Api Cepat Cina yang terbukti mangkrak mestinya juga ditolak. Kita bisa investasi di Industri Kereta Api sendiri, bekerjasama dengan Jepang atau Perancis.
Bappenas tidak paham teknologi dan pembangunan. Teknologi RI cuma sekelas Supermi dan Jarum Kretek. Sekalipun Pemiliknya bisa Terkaya Nomor Satu, sedang para karyawannya Tuna Wisma. Bappenas memilih bikin IKN, dengan IKN mana Kalimantan mau dijual kepada Asing (dan Aseng) agar Jokowi kelihatan bermurah hati bagi-bagi proyek kepada Dunia.
Pikiran Bappenas hanyalah sekelas Ciputra dan James Riady yang hanya bisa bikin Mola (Mall) dengan memanfaatkan tukang batu dan tukang kayu. serta Tanah Rakyat. Tanpa bisa mengangkat harkat dan martabat Tenaga Kerja Indonesia dan para Tukang Gali Tanah, serta para Tuna Wisma… Masih lebih bagus bikin PT. Perumahan Rakyat untuk membangun rumah-rumah tapak bagi jutaan homeless people, pemilik Tanah-Air kita sendiri di seluruh provinsi… termasuk Jakarta!
Kalau mau membangun Kalimantan bukan begitu caranya… Undang para Konglomerat (MNC/ Multi National Corp) otomotif itu untuk membangun jalan-jalan di Seluruh Kalimantan, dari Pantai Barat ke Pantai Timur dan dari Utara sampai ke Pantai Selatan; mereka mendapat konsesi menjual mobil selama 20 tahun di sana. Dan STOP produksi mobil untuk di Jawa yang sudah penuh sesak, termasuk DKI Jakarta yang Gubernurnya sudah tidak mampu menangani kemacetannya.
Syahdan pada waktu berkunjung ke Bappenas pada 2014, salahsatu petinggi memberitahu bahwa Bappenas baru menyelesaikan proyek studi bersama sebuah lembaga di AS membagi Indonesia menjadi 6 (enam) Wilayah Pembangunan. Entah bagaimana segera muncul isyu mengenai Balkanisasi. Apa Balkanisasi?! Kenapa Balkan?! Isyu dan tulisan tentang Balkanisasi serentak muncul, termasuk dari seorang Wakil Ketua MPR dari PDIP.
Konon Balkanisasi adalah upaya AS dan Sekutunya memecah-belah Indonesia menjadi beberapa wilayah untuk masing-masing kemudian dikuasai banyak negara Asing. Konon Sumatera milik Perancis, Kalimantan milik Inggris, Jawa milik Cina, Papua milik AS dan. “Wah?!” Tentunya Australia juga mendapat bagiannya!
Adalah Yosip Bross Tito, Presiden Negara Federasi Sosialis Yugoslavia yang berhasil menyatukan 6 (enam) suku bangsa di Balkan, Slovenia, Serbia, Bosnia, Macedonia, Montenegro dan Albania menjadi Yugoslavia. Tito dan Soekarno serta beberapa Kepala Negara lain juga mendirikan Pakta Gerakan Non-Blok yang tidak Pro Barat ataupun Timur. Tentu Pakta ini dianggap berbahaya, baik bagi AS dan sekutunya di Eropa maupun bagi Rusia. Maka Yugoslavia pun dihancurkan hingga terpecah-belah kembali seperti semula. Bros Tito Dibunuh. demikikian pula Soekarno. Itulah sebuah fenonena Balkanisasi. Apakah Bappenas juga direkayasa ke arah sana?!
Bappenas seharusnya belajar dari Sejarah Dunia masa baheula seperti yang disampaikan Bambang Noorsena. Menurut Bambang pada abad ke dua Masehi, para penulis Cina, India dan Timur Tengah, serta mestinya juga Mesir, sudah berbicara tentang Nusantara, yaitu “hamparan (laut) di antara pulau-pulau di antara Samudera Pasifik dan Atlantik”. Bahwa di situ ada 7( tujuh), bukan 6 (enam) atau 8(delapan), Dwipa yang menyusun Nusantara.
Delapan Dwipa itu adalah Jawa Dwipa (Jawa), Suwarna Dwipa (Sumatera), Bali Dwipa (Bali), Barjuna Dwipa (Kalimantan atau Borneo), Sangka Dwipa (Sulawesi, tentunya termasuk pula Maluku) dan Sanga Dwipa (Nusatenggara). Dwipa yang terakhir, yaitu Papua, disebutnya sebagai “diujung Timur yang memanjang dari Jawa, (melewati Bali dan Nusatenggara) sampai ke wilayah yang bergunung menjulang ke langit dan diliputi salju…” Luar biasa!
Jadi, Bappenas jangan termakan isyu Balkanisasi…, ataupun terbawa oleh keinginan Balkanisasi. Dari Sabang sampai Merauke itu bukan karangan Soekarno-Hatta, tapi itu sudah tercipta untuk Nusantara kita… Bappenas, belajarlah!
Jakarta, 15 Februari 2022