Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(Ketua Team Studi NSEAS)
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM memberi catatan merah terhadap penyelesaian pelanggaran HAM oleh Pemerintahan Jokowi. Komnas HAM melihat janji penyelesaian konflik di era Jokowi hanya sebatas komitmen. Banyak aduan kasus pelanggaran HAM dibiarkan mandek. Artinya, tanpa tindak lanjut yang jelas dan pengawasan yang ketat (TEMPO.CO, 18 Oktober 2018).
Laporan Komnas HAM ini memperkuat argumentasi bahwa 4 tahun Jokowi jadi Presiden, kinerja buruk dan masih mengalami kegagalan di bidang penegakan HAM. Tentu menjadi tidak layak lanjut sebagai Presiden.
Sebagai standar kriteria penilaian kondisi kinerja Jokowi di bidang penegakan HAM antara lain:
1. Saat kampanye Pilpres 2014, Jokowi berjanji akan menyesuaikan pelanggaran HAM masa lalu (Http://tribune hc.com/pemilu-201 janji-janji ham). Faktanya sudah 4 tahun menjadi Presiden, satupun pelanggaran HAM dimaksud tidak diselesaikan.
2. Melalui dokumen NAWACITA penghormatan HAM dan penyelesaian berkeadilan terhadap kasus2 pelanggaran HAM masa lalu. Intinya, Jokowi di samping penegakan hukum, juga berjanji akan menyelesaikan kasus2 pelanggaran HAM masa lalu. Apakah Jokowi menepati janji ini? Tidak juga !
Setelah berhasil menjadi Presiden, diterbitkan RPJMN 2015-2019, Jokowi akan mencapai sasaran:
1. Meningkatkan kualitas penegakan hukum yg transparan, akuntabel, tidak terbeli-belit, terwujudnya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM melalui Harmonisasi dan evaluasi peraturan terkait Penegakan HAM; Optimalisasi Penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak; Pendidikan HAM.
Setelah 4 tahun jadi Presiden, berhasilkah Jokowi mencapai sasarannya di bidang HAM ini ? Tidak juga!
2. Kondisi pelaksanaan di Indonesia ditinjau UPR (Universal Periodical Review, Dewan HAM PBB).Pd 2017, beberapa issue al.:
a. Memburuknya toleransi agama;
b. Pelanggaran HAM di Papua ;
c. Pelaksanaan hukuman mati;
d. Penyediaan pelanggaran HAM masa lalu; dan,
e. Kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan seksual.
YBHI menilai, Jokowi cenderung fokus ke bidang ekonomi dan infrastruktur. Kurang memperhatikan soal hukum dan HAM. Hal ini terlihat dari bagaimana Pemerintah saat ini menanggapi kasus2 dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu. Juga korban2 minoritas di berbagai tempat tidak bisa mendapatkan hak. Jokowi gagal dalam menuntaskan pelanggaran HAM.
3. Di dalam NAWACITA dan RPJMN 2015-2019, Jokowi berjanji akan membentuk Komite adhoc, bertugas mirip Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Hingga 4 tahun Jokowi berkuasa, tidak ada realisasi. Kinerja buruk.
4. Hingga tahun keempat Jokowi sebagai Presiden, penyelesaian kasus HAM masa lalu masih buram. Jokowi tercatat memiliki hutang untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM semisal kasus Tragedi Pembantaian Massal 1965-1966, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II, termasuk kasus tewasnya aktivis HAM, Munir. Intinya, kinerja Jokowi urus bidang HAM buruk dan gagal.
5. Parameter persekusi dapat dijadikan kriteria penilaian kinerja Jokowi urusan penegakan HAM. Kata “Persekusi” menjadi populer di Indonesia terutama di era Jokowi ini. Persekusi bermakna perlakuan buruk atau penganiyaan secara sistematis oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain, khususnya karena suku, agama, atau pandangan politik. Persekusi adalah salah satu jenis kejahatan kemanusiaan, HAM dan juga pelanggaran hukum pidana. Komnas HAM menilai, di era Jokowi ini kasus persekusi memarak. Persekusi timbul karena riak-riak perbedaan pandangan politik atau prinsip. Komnas HAM menyarankan Jokowi fokus pada komitmennya menyelesaikan kasus-kasus ini. Sebab, penyelesaian kasus pelanggaran HAM adalah salah satu janji yang digembar-gemborkan bakal dituntaskan pada masa awal ia menjabat.
Dalam suatu acara dialog di TV One, 12 Des 2017, nara sumber UHAMKA, Manager Nasution menyebutkan, ada 47 kali persekusi tanpa ada penegakan hukum melalui pengadilan. Dari sisi penegakan hukum, sepanjang terjadinya persekusi tahun 2017, tiada bukti, Pemerintah melaksanakan. “Negara absen saat terjadi persekusi”.
Era 4 tahun Jokowi berkuasa, kasus eksekusi menjadi perhatian publik antara lain:
a. Penghadangan Ustad Abdul Somad di Hotel Aston Denpasar, 9 Desember 2018.
b. Penghadangan 100 orang terhadap Nenok Warisman di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekan Baru, 25 Agustus 2018.
c. Penghadangan Habib Anief Alatas dan Habib Bahar bin Ali Sumahid di Bandara Sam Ratulangi Manado, 15 0ktober 2018.
—————–
Muchtar Effendi Harahap, Mantan Ketua Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Jayabaya Jakarta, Awal 90an.