Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP
(KETUA TIM STUDI NSEAS)
Pada 16 Agustus 2018, pada acara kenegaraan menjelang Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke 73, di depan Sidang Tahunan MPR (DPR-DPD), Presiden Jokowi menyampaikan Pidato Kenegaraan. Jokowi menyampaikan pencapaian Pemerintah dan kinerja lembaga tinggi negara lain. Untuk pencapaian Pemerintah, Jokowi mengajukan 2 (dua) butir yakni (1) Fokus kepada UMKM dan 40 % lapisan masyarakat terbawah; (2) Rasio Gini yang membaik.
Terkait pencapaian UMKM dan 40 % masyarakat bawah, Jokowi mengklaim, Pemerintah tidak hanya memperhatikan usaha besar-besar saja, tapi juga fokus pada UMKM dan 40 % lapisan masyarakat terbawah. Untuk menyasar 40 % lapisan masyarakat terbawah, Pemerintah tengah menjalankan program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial, serta peningkatan akses permodalan bagi usaha ultra mikro, usaha mikro, dan usaha kecil. Selanjutnya, Jokowi juga mengklaim, untuk mendorong perkembangan usaha UMKM, Pemerintah menurunkan tarif pajak final UMKM menjadi 0,5 persen serta penajaman KUR bisa dinikmati 12,3 juta UMKM.
Pidato Kenegaraan Jokowi ini sungguh mengundang tanda tanya. Pertama, mengapa setelah 4 tahun berkuasa baru kali ini mempromosikan Pemerintah urus bidang UMKM? Padahal selama ini sibuk mempromosikan pembangunan infrastruktur Bisa jadi, diangkatnya bidang UMKM ini sekarang untuk mencari dukungan suara dari segmen pemilih berkerja untuk UMKM. Tahun ke lima Jokowi berkuasa dijadikan tahun mencari dukungan suara pemilih. Kedua, apakah betul selama ini Pemerintah Jokowi telah memperhatian bidang UMKM? Jawabannya: TIDAK ! Selama 4 (Empat) Tahun ini Jokowi gagal urus UMKM.
Salah satu urusan pemerintahan harus diselenggarakan Presiden RI Jokowi yakni bidang Koperasi dan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Jokowi harus bertanggungjawab bidang Koperasi dan UMKM.
Untuk menilai kinerja dan keberhasilan Jokowi urus Koperasi dan UMKM dapat digunakan Standar kriteria:
1. Janji lisan kampanye Jokowi saat Pilpres 2014 terkait bidang Koperasi dan UKM.
2. Janji tertulis kampanye Jokowi saat Pilpres 2014 tertuang di dlm dokumen NAWACITA.
3. RPJMN 2015-2019 diterbitkan Presiden Jokowi.
4. Renstra Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2015-2019.
Saat kampanye lisan Pilpres 2014, Jokowi berjanji akan memberi bantuan dana Rp.10 juta per tahun untuk UMKM/Koperasi. Janji ini sama sekali tidak dipenuhi Jokowi. Ia ingkar janji.
Selanjutnya, di dalam 9 (sembilan) agenda prioritas NAWACITA, tidak terdapat rencana bidang Koperasi dan UMKM. Relatif detail terdapat di dalam RPJMN 2015-2019, antara lain;
1. Pertumbuhan kontribusi Koperadi dan UMKM thdp pembentukan PDB rata2 6,5-7,5 % per tahun.
2. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja UMKM rata2 4,0-5,5 % per tahun.
3. Pertumbuhan kontribusi Koperasi dan UMKM dalam ekspor non migas rata2 5,0-7,0 % per tahun.
4.Pertumbuhan kontribusi Koperasi dan UMKM dalam investasi rata2 8,5-10,5 % per tahun.
5.Pertumbuhan produktivitas UMKM rata2 5,0-7,0 % per tahun.
6.Proporsi UMKM mengakses pembiayaan formal target 2019 sebesar 25, 0 %.
7.Pertambahan jumlah wirausaha baru melalui program pusat dan daerah, selama 5 tahun lahir 1 juta unit.
Tidak jauh berbeda RPJMN 2015-2019, di dalam RENSTRA Kemenkop dan UKM tertuang al.:
1. Pertumbuhan kontribusi Koperadi dan UMKM terhadap PDB rata2 6,5-7,5 % per tahun.
2. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja UMKM rata2 4,0-5,5 % per tahun.
3. Pertumbuhan kontribusi Koperasi dan UMKM dalam ekspor non migas rata2 5,0-7,0 % per tahun.
4. Pertumbuhan kontribusi UMKM dan Koperasi dlm investasi rata2 8,5-10,5% per tahun.
5. Pertumbuhan produktivitas UMKM rata2 5,0-7,0 % per tahun.
6. Proporsi UMKM mengakses pembiayaan formal target 25,0 % pada tahun 2019.
Apakah Pemerintah Jokowi berhasil mencapai target di atas ? Kemenkop dan UKM AA Gede acapkali mengingatkan kondisi kontribusi Koperasi terhadap PDB sudah meningkat dan “pecah telur”. Menurutnya, pada 2014 (era SBY) kontribusi hanya 1,71%. Lalu, Menteri ini memperkirakan pada Triwulan III/2017 mencapai 4,48%. Data Kemenkop dan UKM mencatat, jika mengacu pada data BPS tentang total PDB Nasional Triwulan III/2017 atau hingga September 2017, sebesar Rp.10.096 triliun maka kontribusi Koperasi sebagai lembaga sekitar Rp.451 triliun.
Perkembangan kontribusi ini sbb: 2014 tercatat 1,71%, 2015 naik 4,41%, 2016 turun menjadi 3,99%, 2017 kemudian diperkirakan naik 4,48 %. Rata2 kontribusi era Jokowi yakni sekitar 4,3 %. Meski demikian, capaian era Jokowi ini masih jauh dibawah target capaian pertahun (6,5-7,5 %). KOndisi Kinerja Jokowi buruk dan gagal urus Koperasi dan UMKM.
Dari sisi pertumbuhan jumlah tenaga kerja UMKM, Jokowi menargetkan rata2 4,0-5,5 % per tahun. Kondisi koperasi 4 (empat) tahun Jokowi jadi Presiden, tidak ada perubahan jumlah berarti baik aktif maupun tidak aktif. Pada 2015 total Koperasi sebanyak 205.781 unit, aktif 148.589 unit, tidak aktif 57.192 unit. Pada 2016 total Koperasi 208.165 unit, aktif 150.789 unit, tidak aktif 75.376 unit. Pada per 20 Maret 2017 total 208.373 unit, aktif 151.456 unit, dan tidak aktif 56.917 unit (Sumber Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, 23 Maret 2017).
Salah satu masalah Koperasi yakni masih banyak koperasi tidak aktif. Bahkan LAKIP Menkop dan UKM 2015 mengakui, masih banyak Koperasi yang belum menerapkan nilai dan prinsip koperasi secara benar. Di lain pihak, diakui juga masalah UMKM antara lain: kualitas SDM rendah, peran sistem pendukung kurang optimal, dan kebijakan dan peraturan kurang efektif.
Data BPS menunjukkan, jumlah tenaga kerja UMKM pada 2014 sebanyak 8.362.746; pada 2015 menaik sedikit yakni 8.735.781.
Selanjutnya target capaian pertumbuhan kontribusi UMKM dan Koperasi dlm ekspor non migas rata2 5,0-7,0 % per tahun. Berhasilkah Jokowi mencapai target? Tidak juga !
Dari sisi pertumbuhan kontribusi UMKM dan Koperasi dlm investasi, target capaian rata2 8,5-10,5% per tahun. Berhasilkah? Tidak juga !
Selanjutnya target capaian pertumbuhan kontribusi Koperasi dan UMKM dalam ekspor non migas rata2 5,0-7,0 % per tahun. Berhasilkah ? Tidak juga!
Dari sisi pertumbuhan kontribusi Koperasi dan UMKM dalam investasi, target capaian rata2 8,5-10,5% pertahun. Berhasilkah? Belum terbukti !
Selanjutnya, target pertumbuhan produktivitas UMKM rata2 5,0-7,0 % per tahun. Menurut BPS, pertumbuhan produksi UMKM rata2 tahunan 5,71 % pada 2015. Angka ini menaik dibandingkan pd 2014 hanya 1,35 %. Tetapi, untuk tahun 2016, 2017 dan 2018: belum terbukti !.
Terakhir, target proporsi UMKM mengakses pembiayaan formal target 25,0 % pada 2019. BPS menyajikan data posisi kredit UMKM pada Bank Umum untuk modal kerja Rp, 537.186 miliar pada 2015, lebih banyak ketimbang 2014, yakni 490.262 miliar rupiah. Penggunaan utk investasi pd 2015 mencapai Rp. 202.615 miliar, melebihi tahun 2014 hanya Rp. 181.459 milyar. Bagaimana tahun 2016, 2017 dan 2018? Belum terbukti mencapai target !
Sebagai pembanding, hasil kebijakan Bank Indonesia (BI) membantu pemberian kredit kepeda UMKM. Pada awal 2013, BI menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012 dan revisinya Nomor 1 7/12/PBI/2015). BI mewajibkan Bank Umum memberi kredit kepada UMKM minimal 20% dari total portofolio kredit pd 2018. Peraturan ini berlaku untuk semua Bank Umum. Disebut Bank Umum bank komersial, bank syariah dan bank campuran.
Antara tahun 2013 dan 2014, Bank diperbolehkan menyalurkan kredit kepada UMKM sebanyak mereka mampu. Rasio kredit baru diberlakukan mulai 2015 ke atas. Pada 2015, rasio kredit UMKM tehadap total kredit minimal 5%. Pada 2016 minimal 10%; 2017 minimal 15%; 2018 minimal 20%. Target BI l ini ternyata cukup sulit dipenuhi bagi beberapa Bank. Pada Maret 2017, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, sekitar seperlima Bank Umum tidak dapat memenuhi target rasio kredit UMKM sebesar 10% diberlakukan BI untuk 2016.
Maknanya,Pemerintah gagal bantu penyaluran kredit UMKM. Kini melalui Pidato Kenegaraan Jokowi mengangkat issu pencapaian UMKM. Padahal, “selama empat tahun ini kondisi kinerja Jokowi buruk dan gagal di bidang UMKM”.
Selanjtnya, Jokowi juga mengangkat issu pencapaian 40 % lapisan masyarakat terbawah. Jokowi mengklaim, Pemerintah juga fokus 40 % lapisan masyarakat terbawah. Untuk menyasar 40 % lapisan masyarakat terbawah, Pemerintah tengah menjalankan program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial.
Perhutanan social adalah program nasional untuk pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan melalui tiga pilar yakni lahan, kesempatan usaha dan sumber daya manusia. Perhutnan social adalah program legal membuat masyarakat bisa turut mengelola hutan dan mendapatkan manfaat ekonomi.
Semula Pemerintah menetapkan hutan negara seluas 12,7 juta Ha disediakan untuk program perhutanan social ini. Tetapi, kemudian dikurangi hanya 4,3 juta Ha. Program ini relatif berhasil memenuhi target 4,3 Juta Ha. Hingga kini (Agustus 2018) terlah tercapai target 1,7 juta Ha. Masih harus dipenuhi 2,6 juta Ha. Menurut Menteri LHK, target capaian per bulan dipercepat dari 120 ribu Ha selama ini menjadi 170 ribu Ha per bulan. Jika berhasil, maka target 4,3 juta Ha 2019 akan tercapai. Kita tunggu saja akhir 2019, tercapaikah target 4,3 juta Ha ?
Memang, untuk cari suara pemilih di strata sosial bawah, program ini sangat efektif dan efisien. Efektif karena langsung rakyat dapat memanfaatkan tanah hutan negara tanpa batar, bahkan dapat bantuan pembibaan. Efisien karena bisa dapat suara pemilih tanpa biaya kampanye Pasangan Jokowi-Ma’ruf. Atas nama program pemerintah, bisa gunakan dana negara. Legal!!!