Oleh
YAMINUDIN
(Pemred Medianseas.com)
Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) di bawah kepemimpinan Fauzie Yusuf Hasibuan menggugat Luhut MP. Pangaribuan dan Teguh Iman Santoso untuk tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad ) atas pengakuan kepengurusan Peradi di luar kepemimpinan Fauzie.
Pada 08 Desember 2017, Tim Kuasa Hukum Peradi ganti gugatan di PN Jakarta Pusat dengan tergugat Luhut MP Pangaribuan dan Sugeng Teguh Santoso. Masing-masing selama ini menyatakan diri sebagai Ketua dan Sekretaris Jendral kubu DPN Peradi di luar kubu Fauzie.
DPN Peradi Fauzie mendaftarkan gugatan pada 8 Desember lalu, dan kemudian terdaftar dalam register No. 667/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst. Penggugat menuding tergugat, Peradi di bawah pimpinan Luhut MP Pangaribuan, melakukan perbuatan melawan hukum.
Ketua PN sudah menetapkan susunan majelis yang akan mengadili perkara tersebut. Susunan majelisnya adalah Sunarso, Diah Siti Basariah, dan Duta Baskara.
Sesuai informasi yang tercantum dalam DIPO PN Jakarta Pusat, DPN Peradi Fauzie menggugat Peradi kubu Luhut Pangaribuan.
DPN Peradi meminta majelis hakim menyatakan Fauzie Yusuf Hasibuan dan Thomas E. Tampubolon adalah Ketua Umum dan Sekjen DPN Peradi Periode 2015-2020 yang berdasarkan hasil Musyawarah Nasional II Peradi di Pekanbaru; dan menyatakan Luhut MP Pangaribuan selaku Tergugat I dan Sugeng Teguh Santoso selaku Tergugat II melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).
DPN Peradi meminta, Majelis Hakim menyatakan terpilihnya Tergugat I sebagai Ketua Umum DPN Peradi secara e-voting tidak sesuai dan bertentangan dengan AD Peradi, oleh karena itu tidak sah dan batal demi hukum.
Peradi kepemimpinan Fauzie juga meminta Luhut dan Sugeng ganti rugi Rp.6000 selambat-lambatnya 14 hari setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap. Terakhir Peradi Fauzie meminta Majelis Hakim untuk membebani Luhut dan Sugeng melakukan perbuatan atau tindakan apapun yang mengatasnamakan Peradi.
Mengapa Peradi Fauzie menggugat?
Pertama, gugatan ini merupakan realisasi mandat Rakernas Peradi Fauzie pada tahun 2016 di Ancol, Jakarta Utara.
Kedua, Peradi Fauzie memiliki persepsi dan penilaian bahwa Tergugat bukan Ketua Umum Peradi dan pengurus yang dibentuk oleh Tergugat tidak sah/batal demi hukum. Seluruh perbuatan Tergugat yang mengatasnamakan sebagai Ketua Umum Peradi menjadi batal dengan segala akibat seluruh perbuatan Tergugat yang mengatasnamakan sebagai Ketua Umum Peradi menjadi batal dengan segala akibat hukumnya.
Ketiga, Peradi Fauzie menilai, Tergugat saat ini telah membuka pendaftaran untuk pengangkatan dan pengajuan pengambilan sumpah calon Advokat yang mana Calon Advokat tsb adalah Calon Advokat yang telah mengikuti Pendidikan Khusus Advokat Profesi Advokat dan ujian yang dilaksanakan oleh Peradi Fauzie selama ini. Tergugat akan melaksanakannya dalam waktu dekat ini. Untuk mencegah kerugian lebih lanjut bagi Peradi Fauzie dan calon Advokat, beralasan bagi Peradi Fauzie ini meminta kepada Majelis Hakim agar diadakan tindakan pendahuluan selama proses pemeriksaan perkara berlangsung yang memerintahkan Tergugat untuk tidak melakukan pengangkatan dan/atau mengajukan pengambilan sumpah di Pengadilan Tinggi se Indonesia.
Keempat, Peradi Fauzie telah gagal mempengaruhi Tergugat agar tidak lagi menggunakan nama atau atribut Peradi dengan alasan apapun juga termasuk agar Tergugat berhenti mengaku-ngaku Ketua Umum Peradi. Surat panggilan Peradi Fauzie telah diabaikan oleh Tergugat. Terjadi kebuntuan bagi Peradi Fauzie untuk memecahkan masalah pengakuan Tergugat sebagai Ketua Umum Peradi.
Kasus gugatan Peradi ini sangat menarik karena masalah hukum muncul di kalangan sesama “Penegak Hukum”. Peradi meskipun acapkali dianggap sebagai asosiasi profesi Advokat, tetapi dalam regulasi tergolong organisasi masyarakat, bukan dunia usaha dan pemerintahan. Sebagai organisasi masyarakat menjadi dilema, di lain pihak mendapat amanat regulasi Advokat untuk satu-satunya wadah Advokat diakui negara. Namun, di lain pihak, Peradi bukan lembaga atau institusi negara.
Salah satu potensi diperoleh Peradi adalah memiliki kewenangan sertifikasi kompetensi advokat yang memberi masukan dana organisasi. Setiap organisasi masyarakat memiliki kewenangan sertifikasi profesi atau badan usaha sungguh menguntungkan bukan saja pada penguatan kelembagaan melainkan SDM pengelola organisasi ini. Akan banyak kemudahan dan fasilitas dimiliki SDM.
Karena itu, perpecahan atau upaya kelompok orang untuk membuat sendiri organisasi masyarakat semacam itu belakangan mengambil tempat bukan saja di Peradi, tetapi berbagai organisasi profesi lain. Kebijakan asas tunggal organisasi profesi atau lembaga sertifikasi kompetensi sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Era reformasi dan demokratisasi menampikkan prinsip asas tunggal dalam dunia masyarakat madani dan juga dunia usaha. Yang masih bisa bertahan penegakan prinsip asas tunggal hanya pada dunia pemerintahan atau negara.