CATATAN AKHIR TAHUN 2017,ATLANTIKA INSTITUT NUSANTARA : MEROSOTNYA BUDAYA KITA

0
1572
Pada bilik politik, merosotnya budaya kita ditandai oleh berkurangnya rasa malu yang ingkar pada janji serta abai tergadap suara rakyat yang sepatutnya harus mendapat perhatian untuk kemudian diperjuangkan, sehingga aspirasi dan kehendak rakyat dapat diwujudkan.
Prilaku politisi kita pun sungguh mengecewkan, mulai pernyataan yang tidak santun hingga kegemaran mengkonsumsi obat terlarang serta  mendominasi laku tindak pidana korupsi menurut data yang direalase KPK.
Kegaduhan politik pun sepanjang tahun terakhir (2017) terasa amat sangat menjengahkan. Mulai dari pembangkangan memenuhi penggilan penegak hukum, sampai prilaku naib dengan kepura-puraan sakit.
Begitu juga dalam pertarungan politik antara partai, seperti abai pada keberadaan rakyat yang menyaksikannya. Prilaku serupa ini jelas lebih banyak berdampak negatif, dibanding dengan tujuan Parpol untuk memberi contoh dan pembelajaran politik yang hendak membangun etika dan moral dalam berpolitik yang lebih beradab.
Dalam budaya ekonomi kita pun semakin kental dan kentara tergulung dalam arus kapitalistik. Sehingga uang dan harta kekayaan jadi takaran untuk semua usaha serta upaya yang sukses dan unggul.
Karenanya, mulai dari masalah hutang negara dari negara lain sampai upaya menaikkan tarif pajak dan jasa oleh perusahaan milik negara yang melayani rakyat, terus ditingkatkan.
Sementara itu budaya konsumerisme masyarakat pun semakin liar, sebab terus diracuni oleh pasar. Sedangkan pemerintah sangat terkesan melakukan pembiaran. Keluhan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) membenarkan peran pemerintah seperti tidak hadir dalam melindungi konsumen kita.
Budaya dagang kita pun semakin liar dan tidak terkendali. Jika Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menjelang tutup tahun 2017 wajar mengeluh pada peranan serta kehadirannya pemerintah yang tidak berdaya. Peredaran narkoba merajalela, tenaga kerja asing bringas merebut habis lapangan kerja di dalam negeri. Sementara TKI kita terlunta-lunta serta menghadapi ragam ancaman dari rasa aman dan kenyamanan serta minimalnya  pengawasan serta perlindungan yang tidak memadai dari pemerintah.
Merosotnya budaya kita pada wilayah hubungan  kemasyarakatan, aktivitas sosial  bisa ditilik dari peranan organisasi kemasyarakatan dan lembaga swadaya yang bertumbuh dari masyarakat kita, seperti mengalami masa kejenuhan. Demikian juga untuk aktivitas pelajar dan mahasiswa serta pemuda, persis semacam anak-anak yang sedang kehilangan gairah (spirit & semangat) bermain. Sehingga yang terjadi hanya untuk hal-hal yang bersifat halai balai belaka.
Kecenderungan sekolah dan kuliah cuma sekedar untuk memperokeh pengakuan formal dan legal. Setelah itu mencari kerja dan menikah seraya mencari duit sebanyak mungkin untuk memenuhi hasrat yang belum pernah diwujudkan, dan terlanjur menjadi khayalan sepanjang hayat.
Bahasa ucap para pelajar, mahasiswa maupun pemuda kita pun dalam media sosial yang tengah ngetrend menjadi mainan unggulan yang mengasyikkan diri, sungguh memprihatinkan. Hiburan yang diperoleh lewat media sosial tidak memberi manfaat apa-apa kecuali dijadikan pemuas hasrat seksyal yang mampat. Nyaris tidak ada nilai edukatif dan kreatifnya yang positif.
Celakanta, sarana media sosial yang dapat diperoleh manfaatnya yang luar biasa itu pun lebih dominan digunakan untuk menghibur diri serta  hal-hal yang menyenangkan semata. Atau bahkan sekedar dijadikan sarana untuk menonton budaya seksual yang sama sekali tidak sesuai dengan budaya, etika dan moral Timur Bangsa kita.
Pada bidang sosial budaya warga masyarakat kita, tampak jelas lemah dan mencair spirit belajar di sekolah dan perguruan tinggi kita. Belajar dan kuliah seperti sekedar untuk memperoleh pengakuan formal yang ditandai oleh perolehan sertifikat atau ijazah maupun gelar saja. Akibatnya, pemikiran kreatif dan inovatif dari bilik sekolah dan kampus menjadi langka, atau tidak bisa diharap banyak yang menghasilkan karya ilmiah yang otentik untuk membangun pilar-pilar budaya bangsa yang dapat diunggulkan untuk masa depan.
Untuk karya seni yang mampu diciptakan oleh anak negeri ini, pun tampak loyo dan mandek. Utamanya karya sastra, seni rupa, kerajinan etnik, drama, film hingga tradisi baca puisi seperti hilang semangat, kalau tidak bisa disebut melempem seperti kerupuk yang masuk angin.
Banten, 30 Desember 2017
Ratuate & Jacob Ereste

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here