Instruksi Pak Bupati sudah jelas, kerahkan semua kemampuan termasuk anggaran untuk mencegah penyebaran corona di Kabupaten Sumbawa. Kemarin, selaku PPKD saya sudah menandatangani DPA Perubahan Dinas Kesehatan yang memuat rencana belanja untuk mengatasi corona ini.
Cukup tidaknya anggaran tersebut, sangat tergantung dari berapa lama waktu yang akan kita gunakan dalam perang melawan corona ini. Semakin panjang waktunya, tentu semakin besar anggaran yang akan diperlukan.
Ada hal-hal yang harus kita antisipasi terkait dengan penganggaran dalam mengatasi corona ini.
Pertama, kita tidak mungkin mengharapkan adanya penambahan anggaran dari pusat terkait masalah ini. Toh, kita semua tahu, bahwa wabah ini adalah pandemi yang memberi tekanan fiskal secara global termasuk kepada perekonomian Indonesia. Bahkan saya kuatir, rencana dana transfer kepada daerah pun bisa saja akan mengalami pengurangan. Ah, semoga saja tidak.
Kedua, anggarannya juga tidak mungkin kita harapkan dari penambahan PAD. Akibat corona, pariwisata terpuruk, maka pasti pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan akan jauh menurun. Akibat corona, pembangunan fisik oleh pemerintah dan swasta berkurang, maka pasti pajak MBLB berkurang. Bahkan menurunnya aktivitas masyarakat akibat corona pasti akan menurunkan pendapatannya yang berakibat pada turunnya realisisasi PBB dan semua jenis retribusi.
Tak perlu kuatir, walaupun dari sisi pendapatan kita mengalami tekanan, tapi dalam kondisi APBD seperti apapun, tidak boleh ada istilah “tidak ada anggaran” untuk pencegahan corona.
Sebagai perangkat daerah yang tugasnya menyusun anggaran, BPKAD mulai membuat beberapa simulasi dengan grand strateginya berupa “realokasi belanja”.
Apa itu realokasi belanja? Sangat sederhana prinsipnya. Kita memindahkan pos belanja dari kegiatan yang satu ke kegiatan yang lain. Realokasi bisa berarti pengurangan anggaran dari suatu kegiatan, bisa saja dihilangkan sama sekali untuk dipindahkan ke yang lebih prioritas. Jika bicara prioritas, maka tidak ada yang lebih prioritas dari kegiatan pencegahan corona ini.
Lantas bagaimana rencana implementasi realokasi belanja tersebut? Corona, di samping membawa konsekuensi pada penambahan belanja kesehatan, tapi juga membawa pengaruh pada berkurangnya realisasi belanja barang dan jasa di luar kesehatan. Apa saja belanja itu? Satu, perjalanan dinas baik dalam daerah maupun luar daerah. Jangankan mau tugas ke luar daerah, ke kamtor pun sekarang harus dibatasi. Kedua, kegiatan rapat koordinasi. Ketiga, kegiatan pemerintah yang membawa keramaian, seperti berbagai jenis lomba, festival dan sebagainya.
Nah, anggaran yang semula direncanakan untuk tiga kegiatan tersebut, bisa direalokasikan untuk pencegahan corona.
Simulasi yang saya paparkan di atas, masih dikategorikan sebagai simulasi moderat. Dalam artian, realokasi belanja untuk corona tidak membawa implikasi signifikan terhadap pencapaian target kinerja tahunan maupun lima tahunan. Namun jika anggarannya tetap tidak cukup, maka mau tidak mau simulasi yang lebih ekstrim dapat saja dilakukan seperti penjadwalan ulang proyek-proyek infrastruktur yang masih bisa ditunda urgensinya. Tentu pergeseran antar jenis belanja seperti ini, nantinya akan diputuskan bersama DPRD.
Menghadapi bencana seperti corona ini mutlak diperlukan respon yang cepat. Disinilah dilemanya. Pemerintah daerah disatu sisi, sering terikat oleh prosedur administrasi yang kaku yang kadang bertentangan dengan keharusan bertindak cepat. Kalau tidak dilaksanakan, ancaman hukum menanti. Maka penting bagi pemerintah pusat untuk memberikan relaxasi regulasi kepada daerah terutama dalam hal penganggaran dan pengadaan barang jasa terkait pencegahan corona.
Corona sekali lagi adalah ancaman bagi eksistensi warga dunia dan segenap Bangsa Indonesia. Tanggung jawab negara mengatasi corona adalah amanat konstitusi yang salah satunya hadir dalam bentuk anggaran yang selalu siap sampai bencana ini benar-benar berakhir.(wirawan ahmad)