KPPN (Komite Pemenangan Pemilu Nasional) DPP Partai Amanat Nasional (PAN) telah menggelar forum diskusi publik dalam rangka merespon berbagai issu nasional dan aktual dengan judul: “Kartu Kuning dan Gerakan Mahasiswa Zaman Now”. Acara diselenggarakan pada Rabu, 7 Februari 2018 di Kantor DPP PAN,Jakarta Selatan. Sebagai Pengundang Ketua KPPN DPP PAN, Ahmad Hanafi Rais.
Diskusi publik dipimpin oleh Muntaz ini kemudian menampilkan Narasumber keempat, yakni Chusnul Mar’iyah. Ia adalah Ilmuwan Politik yang ‘Terlibat’ sebagai Aktivis dan pernah Anggota KPU. Dosen Fisip UI ini acapkali berbicara blak-blakan.
Dalam dunia akademis, Chusnul Mar’iyah juga menjabat sebagai Ketua Program Studi Ilmu Politik, Pasca Sarjana FISIP UI.
Sebelum masuk ke pembahasan Kartu Kuning, Chusnul menyinggung permasalahan Iluni Berbadan Hukum yang dibubarkan karena Iluni lain, Narasumber Chandra wajah seorang Aktivisnya. Chusnul mengkritisi keadaan UI terutama keberadaan Iluni lain. Setelah mengkritisi kondisi organisasi Alumni UI, Dosen Ilmu Politik UI mulai menyinggung prilaku kritis mahasiswa terutama mahasiswa UI. Bagi Chusnul, mahasiswa itu harus kritis terhadap kebijakan pemerintah. Kondisi sekarang ini, menurut Chusnul, bentuk negara ini demokrasi, tetapi isinya otoriter.
Ilmuwan Politik kelahiran di Lamongan Jatim ini menilai aksi Kartu Kuning mahasiswa UI adalah gerakan mahasiswa anomali. Chusnul percaya, setiap gerakan mahasiswa hanyalah gerakan anomali.Modus yang dipakai biasa-biasa saja. Maknanya, tidak bisa meminta gerakan mahasiswa untuk memecahkan masalah. Sebagai contoh, kasus kekurangan gizi dan kematian anak di masyarakat Asmat Papua. Tidak bisa diminta mahasiswa untuk memecahkannya. Itu urusan pemerintah atau Kementerian Kesehatan. Mahasiswa hanya bisa ke Asmat melalui KKN.
Intinya, Chusnul meyakinkan audiens bahwa Gerakan Mahasiswa adalah gerakan anomali. Modus yang dipakai biasa-biasa. Namun, gerakan mahasiswa itu ingin menjadi issu nasional. Jangan harapkan mahasiswa akan merubah keadaan sosial, ekonomi, politik dll. Gerakan Mahasiswa itu hanyalah moral force atau kekuatan moral, menyampaikan permasalahan yang ada.
Usai Chusnul berbicara, kemudian Moderator memberi kesempatan kepada audiens untuk menanggapi atau bertanya. Dari seluruh penanggap sebagian besar kaum perempuan. Namun, sebelum audiens , Moderator memberi kesempatan dahulu Prof.M.Amien Rais, Pendiri PAN untuk memberikan semacam orasi, khususnya penilaian terhadap aksi Kartu Kuning Ketua BEM UI. Intinya Amien Rais mendukung aksi Kartu Kuning ini. Ia juga menilai, bangsa ini harus berterima kasih kepada Ketua BEM UI.
Ketua Dewan Kehormatan PAN ini memuji aksi Zaadit Taqwa Ketua BEM UI yang mengacungkan “kartu kuning” kepada Presiden Jokowi. Amien
melihat kehebatan Zaadit Taqwa ini memecah kebuntuan ketakutan yang sudah sedemikian merata.
Amien mengatakan, aksi yang dilakukan Zaadit merupakan sebuah aksi yang sederhana. Namun, aksi mengacungkan kartu kuning sambil meniupkan peluit itu berhasil membuat hentakan. Mengapa?
“Sebab aksi itu dilakukan langsung di hadapan Jokowi saat ia menghadiri Dies Natalis di Kampus UI”, jawab Amien.
Ilmuwan Politik ini menekankan, aksi Ketua BEM itu saat Jokowi selesai memberi sambutan baru dia nyemprit. Kalau tengah-tengah (sambutan) agak kurang ajar. Tapi itu sudah selesai. Karena itu, Amien perkirakan, tidak bisa dipidanakan.
Tokoh Reformasi di Indonesia ini berharap, aksi Zaadit tersebut bisa jadi pemicu bagi mahasiswa dan aktivis lain untuk terus bersikap kritis terhadap pemerintah, dan mahasiswa tidak tunduk pada kekuasaan.
Bagi Mantan Ketua MPR ini, ketika semua melempem muncul Zaadit. Ini jadi pemicu. Ia berharap, akan terus menggelinding. Amien menegaskan, walau dirinya sudah tua akan tetap ikut bersama.
Di akhir diskusi aktivis BEM UI angkat bicara, mempermasalahkan obyek pembahasan Narasumber dan audiens aksi dan gerakan mahasiswa. Mengapa tidak permasalahan yang dihadapi negara dan rakyat yang disuarakan mahasiswa ? Hal ini kemudian diklarifikasi Moderator memang judul diskusi kita tentang gerakan mahasiswa terkait dengan aksi Kartu Kuning terhadap Presiden Jokowi.
Apa implikasi aksi mahasiswa UI Kartu Kuning ini? Pertanyaan ini belum muncul dalam diskusi publik DPP PAN ini.
Aksi mahasiswa UI ini sangat berbeda dengan aksi suara kritis mahasiswa dari kampus2 lain seperti IPB, ITB, UGM dll. Sebagai Kampus negeri bergengsi secara nasional, memiliki alumni relatif banyak dan menduduki beragam jabatan kekuasaan negara, pelaku dunia usaha, dan juga Kaum Cendikiawan kritis di Republik ini. Berdasarkan pengalaman gerakan mahasiswa, aksi politik mahasiswa UI di Ibukota berimplikasi terhadap peningkatan aksi mahasiswa di Kampus lain di luar Ibukota DKI Jakarta. Aksi atau suara kritis politik mahasiswa UI akan beresonansi terhadap kalangan aktivis mahasiswa di Kampus daerah. Kecenderungan aksi politik mahasiswa UI beresonansi terhadap aksi politik mahasiswa didaerah dapat dibuktikan pada keberadaan gerakan mahasiswa keruntuhan Rezim Soekarno 65/66, Malari 73/74, Gerakan Mahasiswa 77/78 dan Reformasi keruntuhan kekuasaan Rezim Soeharto 97/98.
Resonansi aksi politik mahasiswa UI ini kini mulai terlihat di Padang Sumatera Barat. Mahasiswa sudah mulai berani dan terang terangan mengkritik Presiden Jokowi. Pada 8 Februari 2018 lalu, mahasiswa se Sumatera Barat melakukan aksi unjuk rasa mengkritik kedatangan Jokowi ke Sumbar. Sangat mungkin aksi unjuk rasa mahasiswa se Sumbar ini satu bukti permulaan adanya resonansi aksi Kartu Kuning mahasiswa UI terhadap Jokowi tersebut.
(Tamat, TIM Redaksi).