Bantuan Hukum Probono Sebagai Pendekatan Kebangsaan Pengentasan 27.770.000 Rakyat Miskin Indonesia (Bagian Pertama)

0
1141

Oleh:
DR. H. Fauzie Yusuf Hasibuan, S.H., M.H.

Kemiskinan di Indonesia merupakan Issue pokok yang paling mendera karena kian hari secara sinifikan jumlah kemiskinan terus bertambah. Ternyata pertumbuhan tidak mampu menurunkan jumlah penduduk miskin apabila tidak diikuti perbaikan kapabilitas sumber daya manusia, akumulasi sumber dana masyarakat yang besar tidak berkontribusi nyata bagi penanggulangan kemiskinan jika tidak didistribusikan ke sektor riil, khususnya mendukung usaha gurem dan mikro yang sering disebut sebagai ekonomi rakyat.

Walaupun persoalan kemiskinan juga dihadapi negara negara didunia dengan karakteristik yang berbeda sebagai mana ekonomi menyebut economic growth is necessary but not sufficient, tetapi yang meresahkan kita adalah jumlah rakyat miskin di Indonesia telah bertambah melibihi penduduk rakyat di negara2 tetangga Asia Tenggara. Kondisi kesenjangan diantara sumberdaya dan kebutuhan masyarakat yang melahirkan kemiskinan merupakan fenomena failure. yang memerlukan intervensi pemerintah baik melalui pendekatan program yang berpihak kepada lebih kurang 27.770.000 rakyat miskin di Indonesia maupun melalui regulasi dengan political will, mengapa demikiaan ?? karena upaya penanggulangan kemiskinan merupakan bagian dari tugas administrasi pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik.

Agaknya perlu ada satu kekuatan untuk menggerakkan sinergitas berbagai elemen bangsa baik pusat maupun daerah sebagai upaya mengentaskan kemiskinan, pertumbuhan rakyat miskin menandai rentannya masyarakat dilapisan bawah terhadap gejolak politik, sosial, ekonomi pasti berpengaruh kepada rasa kebangsaan. Sebagaimana disampaikan oleh Larry Diamond dan Mars F. Planttner,bahwa para penganut nasionalisme ( paham kebangsaan) dunia ketiga secara khas menggunakan retronika antikolonialisme dan antiimperialis para penganut nasionalisme tersebut berkeyakinan bahwa persamaan cita-cita yang mereka miliki dapat diwujudkan dalam sebuah identitas politik atau kepentingan bersama dalam bentuk sebuah wadah yang disebut bangsa (nation).Bangsa atau nation merupakan suatu wadah yang di dalamnya terhimpun orang-orang yang mempunyai persmaan keyakinan. dan persamaan lainnya yang mereka miliki seperti ras, etnis,agama,bahasa, dan budaya.

Nasionalisme atau Kebangsaan adalah paham yang pada mulanya merupakan unsur-unsur pokok nasionalisme yang terdiri atas keturunan, suku bangsa,tempat tinggal, agama, bahasa, dan budaya,kemudian berubah dengan masuknya 2 unsur yaitu persamaan hak bagi setiap orang untuk memegang persamaan dalam masyarakatnya serta adanya persamaan kepentingan. Namun keterbatasan sumber daya menyebabkan pemerintah tidak dapat menangani semua aspek penanggulangan kemiskinan melalui kebijakan publik sehingga membutuhkan kontribusi elemen masyarakat. Berbagai upaya telah ditempuh dalam mengentaskan kemiskinan melalui pendekatan sektoral maupun regional yang menghabiskan anggaran cukup besar. Anggaran kemiskinan yang dianggarkan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negra ( APBN ) dan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara- Perubahan ( APBN-P ) dalam lima tahun terakhir, yakni sejak 2011-2015,tren mengalami peningkatan, Bilangan Triliun, Tahun 2011, 74,3. Tahun 2012, 93,5.Tahun 2013, 119,0. Tahun 2014, 134, Tahun 2015 178,6 Tren belanja pemerintah pusat maupun daerah yang meningkat pesat tidak diikuti perbaikan indikator pembangunan secara memadai. Analisis terhadap Anggaran dapat dibandingkan dengan Penelitian Akyuwen (2008) menyebut bahwa, dalam 23 tahun (1985-2007) belanja pemerintah pusat meningkat rata- rata 101,9% per tahun, sedangkan belanja pemerintah daerah meningkat rata-rata 216,5% per tahun. Anggaran penanggulangan kemiskinan meningkat dari Rp 18 triliun pada 2004 menjadi Rp 81 triliun pada 2008, atau meningkat rata-rata 70% per tahun. Peningkatan anggaran tidak sejalan dengan pengurangan jumlah penduduk miskin, sehingga terdapat indikasi belanja pemerintah untuk mengurangi kemiskinan kurang efektif.

Berbagai usaha dan pola kerja sama telah dilakukan untuk menggarap sektor kemiskinan. PERADI sebagai organ negara melalui anggota 45.000 advokat tersebar diberbagai daerah terdiri dari 102 Dewan Pimpinan Cabang dan 52 PBH yang siap memberikan bantuan hukum secara Probono mengikuti jabatan profesionalnya sebagai penegak hukum, istilah probono adalah suatu perbuatan/pelayanan hukum yang dilakukan untuk kepentingan umum atau pihak yang tidak mampu membayar honorarium, kata tidak mampu dianalogikan sebagai indikator kemiskinan. Terdapat berbagai perdebatan mengenai pengertian dan kategori kemiskinan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengartikan kemiskinan sebagai berikut: “Fundamentally, poverty is a denial of choices and opportunities, a violation of human dignity. It means lack of basic capacity to participate effectively in society. It means not having enough to feed and cloth a family, not having a school or clinic to go to, not having the land on which to grow one’s food or a job to earn one’s living, not having access to credit. It means insecurity, powerlessness and exclusion of individuals, households and communities. It means susceptibility to violence, and it often implies living on marginal or fragile environments, without access to clean water or sanitation” (UN Statement, June 1998 – signed by the heads of all UN agencies) PBB mengartikan kemiskinam sebagai pelanggaran martabat dimana tidak ada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, pendidikan, akses kesehatan, pekerjaan, kredit, air bersih atau sanitasi. Selain itu kemiskinan juga berarti kurangnya kapasitas untuk berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat ataupun kehidupan yang rentan dalam kekerasan dan termarjinalkan. Bank Dunia dan Millennium Development Goals menetapkan standar miskin adalah kondisi dengan penghasilan di bawah $1 per hari. Saya beranggapan rasa kebangsaan Indonesia dalam perjalanan sejarah telah lenkap dengan masuknya 2 (dua) komponen baru yaitu : “ nilai persamaan hak hukum bagi setiap orang dan nilai persamaan hak untuk memperjuangkan kepentingan sehingga secara utuh nilai kebangsaan itu melekatkan hak rakyat miskin kedalam hak konstitusional untuk menerima bantuan hukum secara cuma-cuma atau Probono dari seorang advokat atau corporate lawyer dalam menjalankan kewajiban hukum profesional”. Karena bagi rakyat miskin nilai persamaan dihadapan hukum itu telah menjadi satu kesatuan kedalam paham kebangsaan, karena itu perlu ada batasan tentang ruang lingkup kerja bantuan hukum probono kepada rakyat miskin di Indonesia yang jumlahnya telah melebih dari jumlah negara negara didunia, sebagai perbandingan dengan pendekatan pemahaman rakyat miskin struktural di Indonesia.

Sebagian ahli berpendapat bahwa kemiskinan tidak hanya menyangkut masalah ekonomi dan pemenuhan kebutuhan hidup, melainkan juga menyangkut masalah politik, sosial, dan budaya. Penjabaran mengenai kemiskinan dapat dikatakan sebagai miskin struktural yang luasannya dapat dipahami, dikatakan bawa kita tidak bisa mengukur tingkat kemiskinan, karena bisa saja seseorang jika diukur pendapatan perkapita telah melampaui garis batas kemiskinan tetapi secara struktural ia adalah orang yang jauh dari alat-alat produksi, jauh dari proses pengambilan keputusan, terasing dari kemungkinan partisipasi.

Dari pengertian kemiskinan struktural tersebut di atas, maka kita dapat melihat juga mengenai penyebab dari kemiskinan. Banyak orang berpendapat secara struktural bahwa kemiskinan disebabkan oleh suatu etos kerja atau etos hidup yang lemah sehingga menyebabkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup, misalnya malas bekerja keras, malas belajar, tidak beruntung, dan lain-lain. Defenisi kemiskinan struktural menjelaskan bahwa kemiskinan justru diakibatkan oleh adanya proses marjinalisasi terhadap masyarakat, baik itu oleh pengambil kebijakan dan pemegang kekuasaan pemerintahan, maupun aktor lain pemegang kekuasaan yang dapat menjauhkan masyarakat dari proses penentuan nasib ataupun pengambilan keputusan. Kemiskinan struktural merupakan sisi eksternal dari si miskin. Ia berkaitan dengan kegagalan sistem politik, institusi pemerintah, struktur elit dan birokrasi kekuasaan, serta berbagai kebijakan yang “pro-rakyat” (people-oriented development). Disatu sisi Pemerintah berusaha memerangi kemiskinan (the poverty alleviation) karena faktor struktural, kultural dan natural,tetapi kemudian terjebak dalam perangkap kemiskinan itu sendiri (the poverty traps). Dalam arti ketika Pemerintah berusaha menjawab pertanyaan kemiskinan ekonomi dan persoalan keterbelakangan sosial, ternyata di dalam jawaban masih banyak menyisakan pertanyaan. Inilah yang dikenal dengan istilah “antagonistic developmentalism“.

Berdasarkan penjelasan tersebut, kemudian kita mengenal dengan adanya pemiskinan struktural, yaitu suatu tindakan ataupun kebijakan yang menyebabkan masyarakat terjebak dalam kemiskinan, misalnya: penggusuran rumah secara paksa, penggusuran pedagang kaki lima, pengetatan akses pelayanan kesehatan, pengalihan fungsi pantai yang menutup akses para nelayan, dan lain-lain. Pendapat yang lebih progresif lagi menyatakan bahwa segala kemiskinan dan penindasan yang dialami oleh masyarakat miskin perkotaan tidak lain adalah karena sistem politik merenggut hak atas kota dari masyarakat perkotaan, sehingga dibutuhkan perubahan sistem politik yang lebih memberikan kekuasaan kepada masyarakat untuk menentukan pilihan dalam pembangunan kota. Jadi tidak hanya sekedar kebijakan.

Lalu siapakah yang dapat dikategorikan kelompok miskin dalam pandangan kemiskinan struktural? Kita dapat menjawab: anak jalanan, supir truk, buruh,pemulung, tuna wisma, korban penggusuran, korban pencemaran lingkungan, pedagang kaki lima, pekerja seks komersil, masyarakat berpenghasilan rendah, LGBT, dan kelompok marjinal lain yang terjebak dalam kebijakan yang memiskinkan.

Tidak ada yang pasti berapa jumlah masyarakat miskin terutama dimasyarakat perkotaan, saat ini diperkirakan 1 miliar orang tinggal di wilayah yang
tidak memenuhi standar kelayakan (slums). Jika kondisi tidak diubah, UN-Habitat memperkirakan di tahun 2030 akan terdapat 2 miliar orang tinggal di wilayah yang tidak memenuhi standar (slums).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here