Oleh
MUUCHTAR EFFENDI HARAHAP (Ketua Tim Studi NSEAS)
Salah satu issue HAM adalah penanganan peristiwa pelanggaran HAM berat. Di era SBY, dibuka ruang diskusi dgn para korban pelangaran HAM berat di Istana. Sementara di era Jokowi, tidak ada diskusi dan terjadi kemunduran. Jokowi belum merealisir janji kampanye Pilpres 2014 yang juga sudah dituangkan dalam Nawacita dan RPJMN 2015-2019. Salah satu janji Jokowi yakni pembentukan Komite adhoc, bertugas mirip Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Menurut Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Feri Kusuma, hingga kini belum ada pembahasan apapun upaya untuk memanggil para korban untuk mendiskusikan langkah apa yang sebaiknya ditempuh. Ia dan teman2 pegiat HAM sudah berulangkali datang ke Kantor Staf Presiden dan Sekretaris Kabinet untuk memberikan berkas2 ini dan menyampaikan argumentasi terkait penyelesaian kasus2 ini tetapi sampai sekarang tidak ada respon dari Presiden (Hatian Terbit, 11 Des 2017).
Parameter persekusi dapat dijadikan kriteria penilaian kinerja Jokowi urusan penegakan HAM. Kata “Persekusi” menjadi populer di Indonesia terutama di era Jokowi ini. Persekusi bermakna perlakuan buruk atau penganiyaan secara sistematis oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain, khususnya karena suku, agama, atau pandangan politik. Persekusi adalah salah satu jenis kejahatan kemanusiaan, HAM dan juga pelanggaran hukum pidana.
Dalam suatu acara dialog di TV One, 12 Des 2017, nara sumber UHAMKA, Manager Nasution menyebutkan, ada 47 kali presekusi tanpa ada penegakan hukum melalui pengadilan. Dari sisi penegakan hukum, sepanjang terjadinya preskusi tahun 2017, tidak ada bukti bahwa
negara tidak hadir.