KEDAULATAN RAKYAT: KEPUTUSAN PULAU PALSU MELALUI REFERENDRUM
Oleh
MUCHTAR EFFENDI HARAHAP (NSEAS)
Alumni & Mhs UI Bangkit untuk Keadilan telah mengadakan Seminar dgn thema “Kedaulatan Bangsa Pasca Reformasi”, Jumat 27 Oktober 2017, Ruang Terapung, Perpustakaan UI Depok.
Panitia Seminar juga berharap ada pembahasan tentang Proyek Reklamasi di Teluk Jakarta yang sedang menjadi issue nasional sekarang ini.
Hadir selaku Pembicara,
Kapolri diwakili Staf Ahli, Yusril Ihza Mahendra, Connie Rahakundini,
Rocky Gerung,
Abdul Rachim,
Muchtar Effendi Harahap dan Taufik Bahaudin. Dimoderatori Ramli Kamidin.
Dalam pembahasan kedaulatan rakyat, Seminar cenderung sepakat telah terjadi perubahan antara sebelum dan sesudah reformasi. Sebelum reformasi kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui MPR, diwakili anggota DPR hasil pemilu, utusan daerah dan golongan. Intinya, semua kelompok warganegara minoritas terwakili di MPR. Di era reformasi, kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui UUD. Ada penilaian, kedaulatan rakyat masih sebagai cita-cita, jauh dari kenyataan.
Yusril dominan membahas kedaulatan rakyat. Menurutnya, sebelum reformasi konsep kedaulatan yang sepenuhnya di tangan rakyat, merupakan titik temu dari aliran hukum adat, aliran pemikiran Islam dan juga aliran pemikiran politik. Setelah Amandemen UUD 1945, DPR bukan lagi menjadi kekuasaan tertinggi. Telah terjadi perubahan fundamental, dari MPR ke UUD dalam hal ini Pemilihan Langsung oleh rakyat.
Dalam pembahasan reklamasi atau Pulau Palsu di teluk Jakarta, Seminar menunjukkan semangat untuk menolak. Salah satu alasan mengemuka dari segi dampak negatif terhadap lingkungan, terutama kelompok nelayan dan keberadaan fasilitas PLN. Bahkan, diperkirakan, menurut Abdul Rachim, pembangunan Pulau Palsu itu membuat PLN merugi Rp. 3 miliar per hari.
Dalam pembahasan Pulau Palsu kaitan dgn kedaulatan rakyat, saya sebagai Pembicara dalam Seminar menilai, telah menjadi beberapa issu. Yakni: issu lingkungan, mata pencaharian nelayan, pertahanan dan keamanan, cinasisasi, politik kekuasaan Rezim Jokowi, juga tindak pidana korupsi atau suap pimpinan Parpol tertentu hingga triliunan rupiah.
Pulau Palsu ini dinilai seperti negara di dalam negara. Tidak boleh dimasuki oleh bahkan wartawan sekalipun. Ada semacam Satpam Developer berjaga-jaga untuk melarang masuk warganegara Indonesia. Bahkan, Kepolisian tidak hadir di Pulau Palsu itu.
Seminar sepakat, Pulau Palsu itu bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat.
Seminar tidak berbeda dengan issue di luar pembangunan Pulau Palsu mendapatkan penolakan dari kelompok2 Alumni perguruan tinggi di Indonesia.
Apa solusi tepat atas masalah pembangunan Pulau Palsu ini dalam pendekatan kedaulatan rakyat?
Menurut Saya, solusi paling tepat untuk masalah apakah pembangunan Pulau Palsu itu bertentangan atau tidak dengan prinsip kedaulatan rakyat, yakni meminta pendapat atau penilaian terhadap rakyat khususnya di wilayah DKI Jakarta melalui semacam referendum atau pemungutan suara. Jika Rezim Jokowi betul2 ingin meyakinkan publik bahwa pembangunan Pulau Palsu itu tidak bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat, adakan referendum atau pemungutan suara.
Referendum (dari bahasa Latin) atau jajak pendapat adalah suatu proses pemungutan suara semesta untuk mengambil sebuah keputusan. Rakyat memiliki hak pilih dimintai pendapat mereka. Hasil referendum bisa dianggap mengikat atau tidak mengikat. Sebuah referendum dianggap mengikat apabila Pemerintah harus mengikuti seluruh jawaban rakyat yang ada dalam hasil referendum. Apabila referendum tidak mengikat, berarti referendum itu hanya digunakan sebagai fungsi penasihat saja, di mana hasil yang ada tidak harus diikuti, namun menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan selanjutnya.
Untuk kasus Pulau Palsu ini, demi kedaulatan rakyat, referendum harus mengikat terhadap Rezim Jokowi. Harus dilaksanakan hasil referendrum Pulau Palsu.
Pertanyaan berikutnya, secara hukum bolehkah diadakan referendum untuk Pulau Palsu ini ? Sebagai Ahli Hukum Tata Negara, Yusril menegaskan “boleh” asal Gubernur DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta memiliki kesepakatan dan menerbitkan regulasi untuk itu.
Rocky Gerung, salah seorang Pembicara Seminar melalui Moderator juga sepakat solusi referendrum ini seperti halnya di Inggris rakyat memutuskan terus atau berhenti menjadi anggota MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) melalui referendrum. Hasilnya, negara Inggris keluar dari keanggotaan MEE. Ini contoh penegakan prinsip kedaulatan rakyat. Rakyat memiliki kekuasaan tertinggi, bukan parlemen apalagi eksekutif.
Jika hasil referendum Pulau Palsu menunjukkan mayoritas rakyat tidak setuju, maka Rezim Jokowi harus patuh atas hasil referendum yakni menghentikan total pembangunan Pulau Palsu di Teluk Jakarta itu. Tetapi, jika rakyat DKI mayoritas setuju, maka semua kelompok penentang pembangunan Pulau Palsu demi kedaulatan rakyat harus menerima dilanjutkannya pembangunan Pulau Palsu. Maka, prinsip kedaulatan rakyat benar2 ditegakkan atas penyelesaian masalah pembangunan Pulau Palsu sebagaimana biasa di publik disebut “reklamasi”.
Referendum itu diperlukan kalau negara dan rakyat berbeda pendapat dalam suatu masalah. Kebijakan rezim Jokowi ttg Pembangunan Pulau Palsu ditolak publik dan juga Gubernur DKI baru. Karena tidak ada titik temu dan kebijakan ini langsung berdampak pada lingkungan dan juga rakyat nelayan, maka baik rezim maupun gubernur harus patuh pada kedaulatan rakyat. Rakyat menentukan apakah kebijakan itu ditolak atau diterima. Caranya ya referendum. Referendum tidak harus soal konstitusi. Dalam politik bisa ttg politik luar negeri, politik dalam negeri dan juga kebijakan publik. Dengan referendum tidak ada alasan lagi pejabat negara saling ngotot. Semua diserahkan pada rakyat pemilik kekuasaan tertinggi (daulah),
bukan Jokowi bukan juga Luhut.
Logika hukum Pengkritik ini tidak relevan dan dangkal amat. Yang dibicarakan metode pemecahan masalah pembanguna n pulau palsu dalam pendekatan “kedaulatan rakyat”. Obyeknya pembangunan pulau palsu. Digunakan UU Referendum untuk menyangkal gagasan referendum Pulau palsu, sangat tidak relevan. UU Referendum itu urusan UUD, kemanggisan pembangunan kualifikasi. Logika hukum untuk referendum pulau palsu, adakah kesepakatan Gubernur DKI dan DPRD DKI, bukan logika hukum UU Referendum. Jangan dihubung-hubungkan seperti cerita Kancil abak2 TK dan SD. Tidak juga ada hubungannya masalah korupsi pulau palsu dgn referendum. Referendum itu metode pemecahan masalah secara politik..tidak harus untuk UUD atau merdeka suatu daerah. Itu terlalu jauh.
HOME BERITA NASIONAL
NASIONAL
Soal Reklamasi, Prabowo Ingatkan Anies-Sandi Akomodasi Pengusaha
Prabowo berharap Anies-Sandi mengambil langkah yang terbaik dalam memutuskan kebijakan reklamasi Teluk Jakarta.
Prabowo memberikan pesan kepada Anies-Sandi mengenai kebijakan reklamasi Teluk Jakarta. ANTARA FOTO/M. AGUNG RAJASA